SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Sabtu, 21 Januari 2012

MEMBANGUN BUDAYA DAN EKONOMI RAMAH LINGKUNGAN

Budaya dan gaya hidup – walau masih sering dilupakan – memiliki peran penting untuk mengatasi masalah lingkungan. Laporan Program Lingkungan PBB (UNEP) menyebutkan, setidaknya ada tiga komponen dalam budaya masyarakat dunia yang memiliki dampak penting pada masyarakat dan lingkungan. Ketiga komponen itu adalah mobilitas penduduk, kebiasaan masyarakat di rumah dan pola konsumsi makanan.

Kemacetan Ibukota
Pada komponen pertama, mobilitas penduduk, alat transportasi umum dan pribadi saat ini mengonsumsi 20% pasokan energi dunia dan sebanyak 80% diantaranya menggunakan energi berbahan bakar fosil. Jumlah kendaraan di dunia akan melonjak tiga kali lipat pada 2050, dari jumlah saat ini yang 700 juta kendaraan. Sebanyak 90% pertumbuhan kendaraan ini datang dari negara-negara di luar anggota OECD (Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan).


Rumah Tidak Ramah Lingkungan
Di rumah, kebiasaan kita menggunakan alat pendingin/pemanas ruangan serta penerangan, juga menyedot energi dan memroduksi gas rumah kaca dalam jumlah besar. Pola konsumsi generasi muda perkotaan di negara berkembang juga menambah kebutuhan pangan dan beban lingkungan yang selama ini telah tereksploitasi oleh penduduk di 34 negara OECD.

Dan saat kota-kota dunia mulai mencari solusi yang ramah alam atas masalah-masalah di perkotaan, mereka dianjurkan untuk menengok kembali pada budaya dan kearifan lokal yang banyak ditemui di wilayah-wilayah pedesaan. Masyarakat di pedesaan tetap bisa beraktifitas tanpa membutuhkan banyak energi. Mereka juga bisa mengelola lahan dan sumber daya alam, mengurangi sampah dan menjaga kelestarian lingkungan.

Budaya dan gaya hidup masyarakat juga bisa menciptakan lapangan kerja baru terutama bagi penduduk yang tidak mampu. Menurut laporan Unesco yang diterbitkan tahun lalu, nilai industri budaya ini mencapai 7% dari Produk Domestik Bruto Global.

Di Mali, misalnya, industri budaya berhasil menyumbang 5,8% lapangan kerja pada 2004 dan 2,38% PDB negara itu pada 2006. Jika ditambah dengan sektor informal, sumbangan dua sektor tersebut ke PDB nasional mencapai 57%. Mali memperoleh pendapatan dari kunjungan wisata ke berbagai situs budaya yang masuk dalam kategori situs warisan dunia Unesco (world heritage sites).


Hal yang sama juga terjadi di banyak wilayah lain seperti di Bali dan Daerah Istimewa Yogyakarta di Indonesia. Penduduk memeroleh pemasukan dari penjualan kerajinan tangan, pentas musik dan budaya yang menjadi sumber lapangan kerja bagi komunitas lokal. 

Museum dan lembaga-lembaga budaya lain juga bisa membawa manfaat ekonomi. Untuk itu semua pihak perlu menjaga warisan budaya dan berinvestasi untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur.

Semua uraian di atas membuktikan, aset budaya bisa memicu berkembangnya industri kreatif yang akan menjadi sumber lapangan kerja yang ramah alam. Dengan bantuan dana dan pelatihan, para perancang dan perajin bisa mengembangkan usaha yang ramah lingkungan dengan memanfaatkan bahan baku dan energi yang ramah alam.

Perkembangan ini bisa semakin dipercepat dengan menyediakan infrastruktur informasi dan teknologi yang akan membantu industri kreatif berbasis budaya ini menemukan pasar lokal maupun global.


Sabtu, 07 Januari 2012

ENERGI PRODUKTIF: KUNCI PERANGI KEMISKINAN

Memberikan akses ke energi modern saja tidak cukup. Yang diperlukan adalah program energi produktif yang bisa mengentaskan kemiskinan.

Hal ini bisa diwujudkan dengan menggabungkan program yang membuka akses ke energi modern – untuk memasak, sistem pemanas dan kebutuhan listrik – dengan program produktif yang akan bisa menjadi sumber penghasilan, meningkatkan kualitas kesehatan dan pendidikan masyarakat, terutama masyarakat miskin.

Menurut penelitian Perserikatan Bangsa-Bangsa yang diterbitkan Kamis (19 Januari 2012), solusi seperti ini akan menjadi solusi energi terbaik di Asia Pasifik.

Kesimpulan tersebut didukung oleh laporan Program Pembangunan PBB (UNDP) yang menyebutkan bahwa tidak akan pembangunan tanpa energi. Dan masalah kemiskinan, tidak akan bisa diatasi tanpa memerhatikan kebutuhan akan layanan energi yang produktif.

Penelitian yang berjudul “Towards an ‘Energy Plus’ Approach for the Poor” ini meneliti 17 proyek energi di seluruh wilayah Asia-Pasifik guna mengetahui proyek mana yang berhasil dan tidak.

Saat ini, hampir separuh dari populasi dunia kekurangan akses ke energi modern. Dan lebih dari 20% dari populasi global atau sekitar 1,4 miliar penduduk tidak memiliki akses ke energi sama sekali.

Diperkirakan, 2,7 miliar penduduk – 40% dari populasi dunia – masih menggantungkan sumber energinya dari kayu, arang atau kotoran ternak untuk memasak atau pemanas.

Jika tidak dicegah, pada 2030, polusi udara dalam ruang yang dihasilkan oleh sumber energi yang tidak efisien tersebut akan menyebabkan 1,5 juta kematian setiap tahun.

Menurut UNDP, kurangnya akses energi dan dampaknya terhadap kesehatan, pendidikan dan pendapatan akan terus membentuk lingkaran setan dan menjadi penyebab kemiskinan kronis.

Sebagian besar proyek energi yang ada sekarang hanya menggunakan pendekatan minimalis dengan hanya berfokus pada upaya menyediakan penerangan rumah tangga, energi untuk memasak dan sistem pemanas.

Program energi seperti ini, menurut laporan PBB, tidak akan berhasil mengentaskan kemiskinan. Program tersebut hanya akan mengubah status masyarakat miskin dari tidak memiliki akses energi menjadi memiliki akses energi.

Diperlukan program energi produktif yang bisa menciptakan peluang untuk memerbaiki ekonomi masyarakat miskin.

Perubahan pendekatan ini sangat penting. Akses ke energi modern harus disertai dengan program pemberdayaan masyarakat yang bisa memanfaatkan energi untuk kegiatan produktif guna memperbaiki ekonomi keluarga.

Program energi yang disertai dengan program kewirausahaan adalah salah satu contohnya. Tanpanya, masyarakat miskin akan terus tergantung pada bantuan atau subsidi pemerintah.

Program yang semata-mata memberikan akses ke energi modern juga akan menghambat perkembangan jaringan energi modern dan sulit 

Minggu, 01 Januari 2012

SELAMAT DATANG 2012

Tahun 2011 dengan segala hiruk pikuknya telah berlalu meninggalkan kita semua, tahun yang penuh dengan pergulatan seru tentang kondisi politik bangsa ini, tahun yang penuh dengan cerita akan rasa ketidak adilan yang dirasakan masyarakat di berbagai daerah. Tahun dimana teriakan mahasiswa semakin menuju kepada rasa frustasi yang ekstrim, membakar dirinya sendiri didepan Istana Negara.  Tahun dimana Pilkada di beberapa daerah menjadi ajang perang terbuka antar warga.

Tahun 2011 juga menyisakan cerita mengenai gejolak di berbagai penjuru dunia, perang saudara yang terjadi di Libya, pembunuhan Tokoh yang paling dicari Amerika Serikat Osama Bin Laden, Krisis keuangan di Yunani yang kini juga merambah negara-negara di sekitarnya. Tahun dimana negara tetangga terlibat sengketa yang berujung pada pengerahan kekuatan militer seperti antara Thailand-Kamboja, antara Vietnam-China, dan tidak lepas juga konflik Malaysia dengan Indonesia.

Ditengah kisruh dan rusuh yang ada, Pemerintah merasa Jumawa dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus merangkak naik, hingga ditutup pada akhir Desember 2012 naik menjadi 6,7%, sebuah angka capaian tertinggi semenjak Indonesia didera Krisis Moneter pada tahun 1997. Pemerintah dan rakyat juga bangga dengan pencapaian Tim Indonesia menjadi Juara Umum Sea Games 2011 di Palembang-Jakarta yang penuh dengan tangis haru setelah belasan tahun absen merasakan menjadi Juara Umum. Pemuda Indonesia juga telah berhasil menghasilkan Kongres Bersama pasca dualisme di tubuh KNPI.

Kini pihak yang merasa kinerjanya berbuah hasil pantas merasa bangga, sedangkan pihak oposisi yang terganggu dengan capaian-capaian tadi tentu akan menyiapkan issu-issu, statemen-statemen, dan gangguan-gangguan lainnya kepada penyelenggara negara ini di tahun 2012.

Tidak bisa dipungkiri bahwa tahun 2012 akan menjadi tahun peralihan politik bangsa ini yang sangat menentukan, di tahun ini membangun politik pencitraan masih dirasa wajar dan belum akan terlalu dipandang politis oleh masyarakat, tentu hal yang berbeda bila sudah memasuki tahun 2013 apalagi 2014 yang tentu nuansa politiknya sangat kuat.

Sebagai generasi muda, saatnya kita memandang optimis tahun 2012 ini, waktunya kaum muda membuktikan dirinya telah pantas memegang estafet kepemimpinan melanjutkan kaum pendahulunya. Mari terus siapkan diri kita, dengan mematangkan semua potensi diri yang kita punya.

Selamat Datang Tahun 2012.