SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Kamis, 29 November 2012

AL WASI - YANG MAHA LUAS

Al-Wasi’ merupakan turunan dari kata wa-si-’a, yang berarti luas, lapang, daya tampung, berkelimpahan, meliputi, kaya, dan arti lain yang serupa. Orang yang menguasai berbagai ilmu disebut luas ilmunya. Orang yang mudah memaafkan disebut lapang dada. Orang yang memiliki kekayaan yang banyak disebut berkelimpahan, dan seterusnya.

"Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu." (QS. Al-Mukminuun: 7)
Kata Al-Wasi’ digunakan Al-Qur’an sebanyak 9 kali, dan semuanya dipakai untuk menyifati Allah swt. Hal ini memberi gambaran bahwa hanya Allah yang berhak menyandang sifat ini. Tak ada seorang pun yang memiliki keluasan, sebagaimana keluasan Allah. Hanya Dia Yang Maha Luas dalam segala hal.

Selain dalam bentuk ism (kata benda), wa-si-a dalam bentuk fi’il (kata kerja) juga banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, bahkan jumlahnya lebih banyak lagi. Salah satu di antaranya menggambarkan tentang keluasan ilmu Allah, sebagaimana berikut:
“Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (Al-An’am: 80).

Senada dengan ayat di atas, Al-Qur’an juga menyebutkan:
“Mereka yang memilkul ’Arsy dan mereka yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya dan memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman (dengan berkata): ’Ya Tuhan kami! Karunia dan Ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan dari-Mu orang-orang yang kembali (kepada-Mu) dan mengikuti jalan-Mu, dan peliharalah mereka dari siksa api neraka.” (Al-Mu’min: 7).
Jika kedua ayat di atas menggambarkan keluasan ilmu-Nya, ayat berikut ini justru menggambarkan tentang keluasan rahmat-Nya.

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (Al-A’raf: 156).

Dalam buku An-Nihayah, Ibnu Atsir memaparkan tentang sifat Allah Al-Wasi’ ini dengan menyebut beberapa arti: (1) bisa memperkaya setiap orang miskin, (2) rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, (3) otoritasnya tidak pernah berakhir, (4) rahmat-Nya tidak terbatas, (5) kerajaan-Nya abadi, (6) tidak pernah menghentikan pemberian, (7) tidak pernah kebingungan karena mengetahui sesuatu dari mengetahui yang lain, (8) pengetahuannya meliputi segala sesuatu, (9) kekuasaan-Nya mencakup segala sesuatu, (10) rahmat-Nya amat luas, (11) Dia mandiri, (12) pengetahuan, kekuasaan, dan rahmat-Nya adalah paling besar, (13) Dzat yang sifat-sifat-Nya tidak terbatas, (14) pengetahuan, rahmat, dan ampunan-Nya luas, dan (15) wilayah-Nya begitu besar tak terbatas.

Itulah sebabnya, Al-Wasi’ yang sejati dan mutlak hanya Allah. Hanya Dia yang ilmu-Nya tak bertepi, rahmat-Nya tak pernah habis terbagi, dan kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi.
Dialah Allah yang keluasan-Nya meliputi Barat dan Timur, Utara dan Selatan. Dia ada di segala penjuru langit dan bumi. Karenanya, Dia menginformasikan kepada kita bahwa untuk menghadap kepada-Nya kita bisa mengarahkan wajah kita kemana pun, terutama pada saat kita berada dalam perjalanan (safar), maupun saat kita tidak tahu arah (kiblat).

Allah berfirman: “Maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Meliputi lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 115).

Ayat di atas memberi gambaran kepada kita bahwa Allah swt selain Maha Luas Dzat-Nya juga berlapang dada dalam memberikan rukhsah (keringanan) kepada hamba-Nya ketika beribadah. Dia memaklumi hamba-Nya yang kesulitan menghadap kiblat ketika safar, karenanya Dia memberi keringanan.

Apalagi kepada orang yang telah berlapang dada, menolong sesamanya dengan mengeluarkan sebagian dari hartanya, baik dalam bentuk sodakoh, infaq, maupun zakat. Dia melipatgandakan pemberian orang tersebut dengan quantum pahala. Al-Qur’an menyebutkan: “Perumpamaan (nafkah yang dilekuarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).

Lalu, bagaimana cara meneladani sifat ini? Bantulah setiap orang yang meminta bantuan, perlakukan semua orang dengan sebaik-baik perlakuan, dan bermurah hatilah kepada setiap orang. Tak lupa, maafkan orang sebelum atau sesudah mereka meminta maaf. Bukalah dada secara lapang untuk menerima keterbatasan manusia.

Kamis, 15 November 2012

AL GHAFFAR ; LUASNYA SAMUDERA AMPUNAN

Al-Qur’an menyebut kata “Ghaffar” sebanyak lima kali, tiga kali berdiri sendiri, sedang dua kali lainnya dirangkai setelah penyebutan sifat dan nama Indah lainnya, yaitu Al-Aziz.

"Sesungguhnya Tuhanmu sangat luas maghfirah-Nya." (QS. At-Taubah: 117)

Al-Ghaffar berasal dari fi’il madhi “ghafara”, yang berarti menutupi. Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa kata itu terambil dari kata “alghafaru” yang berarti sejenis tumbuhan yang digunakan untuk mengobati luka. Jika kita mengambil makna yang pertama, maka Al-Ghaffar berarti Allah menutupi dosa hamba-hamba-Nya karena kemurahan dan keluasan ampunan-Nya.

Adapun jika kita memaknai dengan kata yang kedua, berarti Allah menganugerahkan sifat penyesalan kepada hamba-hamba-Nya sehingga bisa menjadi obat penawar sekaligus penghapusan dosa.

Menurut pendapat kami, keduanya benar dan bisa dipakai, sebab dalam kenyataannya, Dialah yang meniupkan rasa penyesalan pada diri manusia, sehingga hati manusia cenderung meminta maaf ketika berbuat dosa. Dia pula yang memberi ampunan sebesar apapun kepada hamba-hamba-Nya yang menyesal dan bertaubat kepada-Nya.

Al-Ghaffar tidak sekadar mengampuni dosa hamba-hamba-Nya yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap syari’at, tapi pengampunan-Nya meliputi segala hal, termasuk dalam hal akhlaq yang oleh hukum syari’at tidak dianggap sebagai pelanggaran hukum. Sedemikian luasnya pengampunan itu, bahkan meliputi cinta dan emosi. Rasulullah saw senantiasa berusaha adil kepada isteri-isterinya, karenanya Allah mengampuninya jika hati beliau lebih condong kepada salah satu atas yang lain.

Luar biasa, akhlak Allah yang senantiasa menampakkan kebaikan untuk menutupi keburukan. Perhatikanlah, Dia menutupi sisi dalam jasmani manusia dengan penampakan luar yang sedap dipandang mata. Bagian dalam yang kotor dan menjijikkan ditutupi dengan tampilan lahir yang menawan.

Adalah Al-Ghaffar pula yang menutupi bisikan hati dan kehendak-kehendak kotor yang tersembunyi. Seandainya niat kotor, kemauan jahat, niat menipu, sangka buruk, iri hati, dan kesombongan itu terkuak ke permukaan dan diketahui semua orang, sungguh manusia akan mengalami berbagai kesulitan hidup. Jika yang terbetik dalam hati manusia tampak secara telanjang, sungguh masing-masing kita tidak ada yang saling percaya. Isteri tidak percaya kepada suami, anak tidak percaya kepada orangtua, rakyat tidak percaya kepada pemimpinnya. Begitu juga sebaliknya.

Dia, Al-Ghaffar bahkan tetap menutupi sekian banyak salah dan dosa yang telah dilakukan manusia, baik yang dilakukan secara tidak sengaja maupun yang disengaja. Segala aib tetap ditutupi oleh Allah. Itulah sebabnya Dia sangat marah kepada orang yang malam harinya berbuat dosa, sementara di siang harinya ia sebarkan perbuatan dosanya kepada orang lain. Andaikata ia segera menyesal dan bertaubat, pintu ampuan-Nya segera dibuka. Siksa-Nya tidak meliputi orang-orang yang bertaubat.

Al-Ghaffar senantiasa menyambut hamba-Nya yang tulus meminta ampunan, sebesar apapun dosa yang disandangnya. Dia berfirman:
Sampaikan kepada hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri: “Janganlah berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa, Dialah Yang Mahapengampun lagi Mahapenyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Dalam hadits qudsy riwayat At-Tirmidzi, Sahabat Anas ra berkata bahwa ia pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, Allah berfirman: “Wahai keturunan Adam, selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharapkan ampunan-Ku, Aku ampuni untukmu apa yang telah engkau lakukan di masa lampau dan Aku tidak peduli (betapa banyak dosamu). Wahai keturunan Adam, sekiranya dosa-dosamu telah mencapai ketinggian langit, kemudian engkau memohon ampunan-Ku, Aku ampuni untukmu. Seandainya engkau datang menemui-Ku membawa seluas wadah bumi ini dosa-dosa dan engkau datang menjumpai-Ku dengan tidak mempersekutukan Aku dengan sesuatu, niscaya Aku datang kepadamu dengan membawa pengampunan seluas wadah itu.”

Sebagai hamba Allah, kita dituntut memiliki atau meneladani sifat indah Al-Ghaffar itu, sebagaimana firman-Nya:
“Katakanlah kepada orang-orang yang beriman agar ia memaafkan orang-orang yang tidak mengharapkan hari-hari Allah.” (QS. Al-Jatsiyah: 14)

Allah juga berfirman:
“Siapa yang bersabar dan menutupi (memaafkan) kesalahan orang lain, maka sungguh hal demikian termasuk yang diutamakan.” (QS. Asy-Syuura: 43)

Ya Ghaffar, kami bermohon kepada-Mu kiranya membersihkan hati kami dari segala noda. Kami bermohon kiranya Engkau memenuhi hati kami dengan cahaya. Berilah kemampuan kepada kami untuk meneladani sifat dan nama-Mu Al-Ghaffar sehingga kami dapat menutupi aib teman-teman kami, membalas kejahatan mereka dengan kebaikan, dan meraih kemuliaan di dunia dan akherat.