SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Senin, 22 Juli 2013

FAEDAH MEMBERI MAKAN ORANG BERBUKA PUASA

Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa memberi makan berbuka orang yang berpuasa, maka baginya seperti pahala orang yang berpuasa dan pahala orang yang berpuasa itu tidak berkurang sedikit pun.” (HR. Tirmidzi)

Betapa keutamaan di bulan Ramadhan itu memang diberikan kepada orang-orang yang berbuat baik di dalamnya. Betapa tidak, barangsiapa yang memberi makan orang yang berbuka puasa maka pahalanya sama dengan orang yang berpuasa tersebut dan ini tidak mengurangi sedikit pun pahala orang yang diberi makan untuk berbuka puasa tersebut.

Semoga hal ini menginspirasi kita untuk senang berbagi di bulan suci ini. Termasuk memberikan makan kepada orang yang sedang berbuka puasa. Bila kita termasuk orang yang belum mempunyai kelebihan rezeki, tentu mari kita berbagi sesuai dengan kemampuan kita. Sekotak atau dua kotak nasi atau bahkan hanya dengan beberapa butir kurma. Namun, bila kita mampu lebih dari itu, tentu sangat dianjurkan.

Demikianlah. Semoga kita semakin senang untuk melakukan banyak kebaikan. Dan, semoga apa yang kita lakukan mendapatkan ridha-Nya.

Jumat, 19 Juli 2013

DOA MUSTAJAB AKIBAT RAJIN SHALAT AWAL WAKTU

- DOA MUSTAJAB AKIBAT RAJIN SHALAT AWAL WAKTU -
oleh Ustadz Yusuf Mansyur.

Suatu hari,ibu saya meminta ayahku membeli ikan dipasar.Kemudian,saya pergi bersama ayah saya.

Setelah ikan dibeli,kami memerlukan seseorang untuk membawanya.Di saat itu,ada seorang pemuda yang sedang berdiri didekat kami.Pemuda itu berkata,Wahai bapak,apakah bapak memerlukan bantuan saya untuk membawa ikan itu?Ya, benar! kata ayah saya. Kemudian,pemuda itu membawa ikan di atas kepalanya dan turut bersama kami ke rumah.

Di tengah perjalanan,kami mendengar suara azan.Pemuda itu berkata, Penyeru Allah telah memanggil. Izinkanlah saya berwudhu, barang ini akan saya bawa setelah shalat nanti. Apabila bapak bersedia, silakan menunggu, jika tidak, silakan bawa sendiri.

Setelah berkata demikian, ia meletakkan ikan-ikan itu dan pergi ke masjid. Ayahku berpikir, pemuda itu mempunyai keyakinan yang begitu kuat kepada Allah SWT, bagaikan seorang waliyullah. Akhirnya ayah meletakkan ikan-ikan itu,kemudian kami pergi ke masjid.

Setelah kembali dari masjid,ternyata ikan-ikan itu masih berada di tempatnya. Lalu, pemuda itu mengangkat kembali ikan-ikan tadi dan bersama menuju rumah.

Setibanya di rumah,ayah menceritakan peristiwa tersebut kepada ibu. Ibu berkata kepada pemuda tadi, Simpanlah ikan-ikan itu, mari makan bersama kami, setelah itu kamu boleh pulang.

Tetapi pemuda itu menjawab, Maaf ibu, saya sedang berpuasa. Ayah berkata, Kalau begitu datanglah kesini nanti petang dan berbukalah di sini.

Pemuda itu berkata, Biasanya,jika saya telah berangkat maka saya tidak akan kembali lagi. Tetapi untuk kali ini, saya akan pergi ke masjid dan petang nanti saya akan kembali kemari.
Sesudah itu, dia pergi dan meminta untuk tinggal si sebuah masjid di dekat rumah. Pada petang harinya setelah Maghrib, pemuda tadi datang dan makan bersama kami. Setelah makan, kami menyiapkan sebuah kamar untuknya agar ia dapat beristirahat tanpa diganggu oleh siapapun.

Di sebelah rumah kami, ada seorang wanita tua yang lumpuh. Kami benar-benar terkejut ketika melihatnya dapat berjalan. Kami bertanya, Bagaimana engkau dapat sembuh? Wanita tua itu menjawab, Saya didoakan oleh tamu Anda agar kaki saya disembuhkan dan Allah mengabulkan doanya.

Ketika kami mencari pemuda itu, ternyata dia telah meninggalkan kamarnya. Pemuda itu pergi tanpa diketahui oleh siapa pun.

Kisah yang terdapat di dalam Kitab Fadhail Amal, karya Maulana Muhammad Zakariyya al-Kandhalawi di atas, memberikan pelajaran berharga. Yakni di antara rahasia mendirikan shalat lima waktu diawal waktu dengan berjamaah akan menjadikan doa-doanya cepat diijabah. Itu karena orang yang mendirikan shalat lima waktu diawal waktu dengan berjamaah adalah orang yang bersih dari dosa.

Sesungguhnya shalat lima waktu itu menghilangkan dosa-dosa sebagaimana air menghilangkan kotoran. (HR Muslim).

Selain itu,karena ia mendahulukan panggilan Allah dari panggilan selain-Nya.

( Pelajaran yang bisa dipetik )

Untuk itu ketika azan berkumandang mari kita segera penuhi panggilan Allah untuk melaksanakan shalat pada awal waktu dengan berjamaah. Agar doa-doa kita mustajab dan mendapat kedudukan yang tinggi di sisi Allah SWT. Kemudian merefleksikan hasil shalat tersebut dengan diperkuat ibadah sunnah lainnya seperti puasa agar lahir rasa qonaah, bersedekah bisa dengan tenaga yang ditunjukkan pemuda tersebut, lalu berdakwah mencontohkan kepada orang lain si pemuda bela-belain shalat awal waktu, kemudian banyak istighfar dan berdzikir karena kekhilafan bisa terjadi kapan saja tanpa kita sadari.

Minggu, 07 Juli 2013

MASJID AGENG KARATON SURAKARTA HADININGRAT

Menara Mesjid Saat Subuh


Masjid Agung Kraton Surakarta (nama resmi bahasa Jawa: Masjid Ageng Karaton Surakarta Hadiningrat) pada masa pra-kemerdekaan adalah sebuah masjid agung milik kerajaan (Surakarta Hadiningrat) dan berfungsi selain sebagai tempat ibadah juga sebagai pusat syiar Islam bagi warga kerajaan.


Masjid Agung dibangun oleh Sunan Pakubuwono III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768. Masjid ini merupakan masjid dengan katagori masjid jami', yaitu masjid yang digunakan untuk salat berjamaah dengan ukuran makmum besar (misalnya salat Jumat dan salat Ied). Dengan status sebagai masjid kerajaan, masjid ini juga berfungsi mendukung segala keperluan kerajaan yang terkait dengan keagamaan, seperti Grebeg dan festival Sekaten

Raja (Sunan) Surakarta berfungsi sebagai panatagama (pengatur urusan agama) dan masjid ini menjadi pelaksana dari fungsi ini. Semua pegawai mesjid diangkat menjadi abdi dalem kraton, dengan gelar seperti Kanjeng Raden Tumenggung Penghulu Tafsiranom (untuk penghulu) dan Lurah Muadzin untuk juru adzan.

Tampak Depan

Gerbang Mesjid Agung

Pendopo

Tempat Abdi Dalem Berkumpul
Masjid Agung menempati lahan seluas 19.180 meter persegi yang dipisahkan dari lingkungan sekitar dengan tembok pagar keliling setinggi 3,25 meter. Bangunan Masjid Agung Surakarta merupakan bangunan bergaya tajug yang beratap tumpang tiga dan berpuncak mustaka (mahkota). Gaya bangunan tradisional Jawa ini adalah khusus untuk bangunan masjid.

Di dalam kompleks Masjid Agung dapat dijumpai berbagai bangunan dengan fungsi kultural khas Jawa-Islam. Juga terdapat maksura, yang merupakan kelengkapan umum bagi masjid kerajaan
.

Kamis, 04 Juli 2013

GUNUNG KAWI DAN KOTA MALANG


Gunung Kawi
Banyak diantara kita yang langsung terpikir mengindentikan kota Malang dengan Gunung Semeru ataupun Gunung Bromo, memang pasca keluarnya film 5cm di layar lebar, kedua Gunung yang terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTS) ini menjadi primadona wisata domestik, hal yang agak terlambat karena mengingat kedua gunung ini sejak lama telah menjadi primadona wisata Mancanegara.

Namun sesungguhnya Gunung Kawi lah yang secara posisi paling dekat dengan Kota Malang, gunung ini dapat dinikmati dari tengah kota, seolah menjadi penjaga dan pelindung masyarakat di kota Malang. 

Banyak orang yang mengenal Gunung Kawi karena mistisnya, dianggap sebagai tempat persembahan dan mencari kekayaan

Konon, barang siapa melakukan ritual dengan rasa kepasrahan dan pengharapan yang tinggi maka akan terkabul permintaannya, terutama menyangkut masalah kekayaan. Mitos seputar pesugihan Gunung kawi ini diyakini banyak orang, terutama oleh mereka yang sudah merasakan “berkah” berziarah ke Gunung Kawi. Namun bagi kalangan rasionalis-positivis, hal ini merupakan isapan jempol belaka.

Biasanya lonjakan pengunjung yang melakukan ritual terjadi pada hari Jumat Legi (hari pemakaman Eyang Jugo) dan tanggal 12 bulan Suro (memperingati wafatnya Eyang Sujo). Ritual dilakukan dengan meletakkan sesaji, membakar dupa, dan bersemedi selama berjam-jam, berhari-hari, bahkan hingga berbulan-bulan.

Di dalam bangunan makam, pengunjung tidak boleh memikirkan sesuatu yang tidak baik serta disarankan untuk mandi keramas sebelum berdoa di depan makam. Hal ini menunjukkan simbol bahwa pengunjung harus suci lahir dan batin sebelum berdoa.

Selain pesarean sebagai fokus utama tujuan para pengunjung, terdapat tempat-tempat lain yang dikunjungi karena ‘dikeramatkan’ dan dipercaya mempunyai kekuatan magis untuk mendatangakan keberuntungan, antara lain:

Rumah Padepokan Eyang Sujo. Rumah padepokan ini semula dikuasakan kepada pengikut terdekat Eyang Sujo yang bernama Ki Maridun. Di tempat ini terdapat berbagai peninggalan yang dikeramatkan milik Eyang Sujo, antara lain adalah bantal dan guling yang berbahan batang pohon kelapa, serta tombak pusaka semasa perang Diponegoro. 
 
Guci Kuno. Dua buah guci kuno merupakan peninggalan Eyang Jugo. Pada jaman dulu guci kuno ini dipakai untuk menyimpan air suci untuk pengobatan. Masyarakat sering menyebutnya dengan nama ‘janjam’. Guci kuno ini sekarang diletakkan di samping kiri pesarean. Masyarakat meyakini bahwa dengan meminum air dari guci ini akan membuat seseorang menjadi awet muda. 
 
Pohon Dewandaru. Di area pesarean, terdapat pohon yang dianggap akan mendatangkan keberuntungan. Pohon ini disebut pohon dewandaru, pohon kesabaran. Pohon yang termasuk jenis cereme Belanda ini oleh orang Tionghoa disebut sebagai shian-to atau pohon dewa. Eyang Jugo dan Eyang Sujo menanam pohon ini sebagai perlambang daerah ini aman.

Untuk mendapat ‘simbol perantara kekayaan’, para peziarah menunggu dahan, buah dan daun jatuh dari pohon. Begitu ada yang jatuh, mereka langsung berebut. Untuk memanfaatkannya sebagai azimat, biasanya daun itu dibungkus dengan selembar uang kemudian disimpan ke dalam dompet.
Namun, untuk mendapatkan daun dan buah dewandaru diperlukan kesabaran. Hitungannya bukan hanya, jam, bisa berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Bila harapan mereka terkabul, para peziarah akan datang lagi ke tempat ini untuk melakukan syukuran.

Siapakah sesungguhnya Eyang Jugo dan Eyang Sujo?

Yang dimakamkan dalam satu liang lahat di pesarean Gunung Kawi ini? Menurut Soeryowidagdo (1989), Eyang Jugo atau Kyai Zakaria II dan Eyang Sujo atau Raden Mas Iman Sudjono adalah bhayangkara terdekat Pangeran Diponegoro. Pada tahun 1830 saat perjuangan terpecah belah oleh siasat kompeni, dan Pangeran Diponegoro tertangkap kemudian diasingkan ke Makasar, Eyang Jugo dan Eyang Sujo mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kawi ini.

Semenjak itu mereka berdua tidak lagi berjuang dengan mengangkat senjata, tetapi mengubah perjuangan melalui pendidikan. Kedua mantan bhayangkara balatentara Pangeran Diponegoro ini, selain berdakwah agama islam dan mengajarkan ajaran moral kejawen, juga mengajarkancara bercocok tanam, pengobatan, olah kanuragan serta ketrampilan lain yang berguna bagi penduduk setempat. Perbuatan dan karya mereka sangat dihargai oleh penduduk di daerah tersebut, sehingga banyak masyarakat dari daerah kabupaten Malang dan Blitar datang ke padepokan mereka untuk menjadi murid atau pengikutnya.

Setelah Eyang Jugo meninggal tahun 1871, dan menyusul Eyang Iman Sujo tahun 1876, para murid dan pengikutnya tetap menghormatinya. Setiap tahun, para keturunan, pengikut dan juga para peziarah lain datang ke makam mereka melakukan peringatan. Setiap malam Jumat Legi, malam eninggalnya Eyang Jugo, dan juga peringatan wafatnya Eyang Sujo etiap tanggal 1 bulanSuro (muharram), di tempat ini selalu diadakan erayaan tahlil akbar dan upacara ritual lainnya. Upacara ini iasanya dipimpin oleh juru kunci makam yang masih merupakan para keturunan Eyang Sujo.

Tidak ada persyaratan khusus untuk berziarah ke tempat ini, hanya membawa bunga sesaji, dan menyisipkan uang secara sukarela. Namun para peziarah yakin, semakin banyak mengeluarkan uang atau sesaji, semakin banyak berkah yang akan didapat. Untuk masuk ke makam keramat, para peziarah bersikap seperti hendak menghadap raja, mereka berjalan dengan lutut.

Hingga dewasa ini pesarean tersebut telah banyak dikunjungi oleh berbagai kalangan dari berbagai lapisan masyarakat. Mereka bukan saja berasal dari daerah Malang, Surabaya, atau daerah lain yang berdekatan dengan lokasi pesarean, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air. Heterogenitas pengunjung seperti ini mengindikasikan bahwa sosok kedua tokoh ini adalah tokoh yang kharismatik dan populis.

Namun di sisi lain, motif para pengunjung yang datang ke pesarean ini pun sangat beragam pula. Ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan leluhur, melakukan penelitian ilmiah, dan yang paling umum adalah kunjungan ziarah untuk memanjatkan doa agar keinginan lekas terkabul.