SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Sabtu, 07 Februari 2015

FILOSOFI ATOM DALAM KEHIDUPAN

Atom adalah satu kesatuan yang saling terikat antara neutron, proton, dan elektron yang seimbang. Apabila memisahkan antara ketiganya maka akan timbul gelombang elektromagnetik atau radiasi yang berbahaya. Atom yang sudah tidak seimbang juga dinamakan radikal bebas. Penyatuan dan keselarasan ketiga elemen itu disebut sebagai Integritas.

Seperti halnya manusia maka harus menyatu pula antara apa yang ada di hati, dengan apa yang ada di pikiran, dengan apa yang dilakukan dan serta apa yang diucapkan. Orang dengan karakter seperti ini sering dijuluki polos.

Sebaliknya, pribadi yang terbelah atau terpisah adalah orang yang memiliki perbedaan antara apa yang benar-benar diinginkan dengan apa yang dilakukan. Dia selalu memiliki "hidden agenda" atau rencana tersembunyi. Orang seperti ini sering dijuluki licin, artinya tidak bisa dipegang..

Seperti hal nya radkal bebas, manusia yang kepribadiannya terbelah juga sangat berbahaya. Karena itu jangan sampai kita membelah apa yang dipikirkan, dengan apa yang diucapkan, dan apa yang dilakukan.

Oleh karena itu tetaplah menyatu dalam sebuah integritas.

Apakah bangsa ini sudah memiliki integritas? Waalahu alam bissawab

Jumat, 09 Januari 2015

HIKMAH CHARLIE HEBDO : KEBEBASAN PERS BUKANLAH TANPA BATAS




Penyerangan kantor majalah Charlie Hebdo di Paris mengguncang dunia, karena hal seperti itu jarang terjadi di ibu kota Prancis tersebut. Bagaimana pun, apa pun alasannya, penyerangan sedemikian tidak layak mendapat pembenaran secuil pun.

Namun, dengan sangat berat hati, saya harus mengakui bahwa saya bisa memahami mengapa sampai muncul keinginan untuk menyerang dan akhirnya benar-benar merealisasikannya. 

Sekali lagi: dapat memahami bukan berarti membenarkannya. 

Atas nama kebebasan pers, kerap kali insan yang berkecimpung di dunia jurnalistik, disadari ataupun tidak, melakukan penyerangan terhadap pihak mana pun dan dalam bentuk apa pun. Jika penyerangan itu masuk wilayah pihak lain yang tak lagi bisa ditoleransi, apa lagi menyangkut hal yang sangat mendasar sehingga mencabut izzah (kemuliaan) seseorang, itulah yang berpotensi memicu resistensi, dan jika ‘dimasak’ lebih jauh lagi, akan timbul pembalasan. 

Maknanya, kebebasan pers, seperti yang dilakukan Charlie Hebdo dengan mengolok-olok Rasulullah Muhammad SAW ataupun Paus Fransiskus, seharusnya disadari ada batasannya yakni kehormatan seseorang. 

‘Seseorang’, bukan sekadar kelompok kecil atau kelompok besar. Perusakan kehormatan terhadap satu orang hakikatnya sama saja dengan merusak kehormatan beberapa orang ataupun kelompok besar. 

Yang berbeda adalah potensi pembalasannya. Makin banyak orang yang merasa izzahnya dicabut, maka makin besar pula potensi si pelaku untuk mendapatkan pembalasannya. 

Di sisi lain, kasus penyerangan kantor redaksi majalah Charlie Hebdo pun mencerminkan arogansi. Saru arogansi di sisi redaksi Charlie Hebdo yang berpikir kebebasan pers tanpa batasan, di sisi lain kesombongan pelaku penyerangan yang menggunakan hak Allah SWT untuk mencabut nyawa manusia. 

Sudah sangat jelas yang dicontohkan Rasulullah Muhammad SAW bahwa Islam selalu mengedepankan kasih sayang dalam memberi pengertian terhadap golongan (lain) yang tidak (mau) mengerti. Arogansi atau kesombongan adalah pakaian, tapi itu adalah pakaian Allah SWT dan manusia sama sekali tidak boleh mengenakannya barang setitik pun. 

Kasus Charlie Hebdo jelas adalah pelajaran: jangan memakai pakaian Allah dan berhentilah dunia pers untuk berpikir bahwa kemampuannya menulis adalah senjata yang bebas sebebas-bebasnya. Kebebasan pers ada batasnya. Kehormatan seseorang atau sekelompok orang, apa lagi golongan yang demikian banyak jumlahnya, adalah pembatas itu.