Sebagai sebuah Negara, Indonesia adalah Negara yang subur, dengan berbagai potensi dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, ini menjadikan Indonesia sebagai Negara yang diperhitungkan di dunia. Kekayaan yang membentang antara ujung Pulau Sumatera dengan ujung Pulau Papua menyimpan banyak harapan dari masyarakat akan kehidupan yang makmur dan sejahtera. Namun, hal itu berbanding terbalik dengan kondisi yang ada di tengah masyarakat, begitu banyak masyarakat usia produktif kesulitan menemukan pekerjaan yang layak bagi kehidupannya. Sementara usia harapan hidup masih jauh tertinggal dengan Negara-negara tetangga seperti Brunei Darussalam dan Singapura. Akan tetapi, semua ini tidak menghilangkan fakta bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang amat kaya.
Tanggal 28 November 2008 menjadi hari penting bagi bangsa Indonesia dalam upaya menciptakan lingkungan hijau. Untuk pertama kali, tanggal ini ditetapkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Hari Menanam Pohon Indonesia. Dan, bulan Desember juga ditetapkan sebagai Bulan Menanam Nasional. Mengawali pencanangan Hari Menanam Pohon Indonesia, secara serentak di seluruh tanah air ditanam (100.000.000) Seratus juta bibit pohon, sebuah angka yang fantastis yang ditandai dengan pencanangan oleh orang nomor satu di Republik ini di lokasi lingkungan Pusat Penelitian Limologi LIPI, Cibinong, Jawa Barat.
Kita pantas mengelus dada, karena tepat setahun kemudian, masyarakat dapat melihat bahwa hari yang telah dicanangkan dengan menghabiskan anggaran Negara itu hanya menjadi seremoni bagi segelintir kelompok masyarakat, tidak ada tindakan yang lebih nyata dalam menciptakan lingkungan yang hijau dan asri terutama untuk mengawasi dan melindungi pohon-pohon yang telah ditanam tersebut.
Pohon-pohon yang ditanam tersebut hanyalah menjadi simbol dalam suatu rangkaian acara, yang pada tahun berikutnya lahan yang sama akan dipakai untuk acara seremonial yang serupa, dengan bentuk dan konsep yang sedikit dimodifikasi. Yang penting program kerja terealisasi, dan penggunaan anggarannya dapat dipertanggungjawabkan. Media cetak dan elektronik akan beramai-ramai menayangkan seremonial yang menunjukkan seolah-olah sang Pemimpin tersebut dan pembantu-pembantunya adalah orang yang sangat peduli dengan keberlangsungan daerah hijau di Indonesia. Tidaklah menjadi terlalu penting apakah program tersebut dapat dirasakan manfaatnya bagi masyarakat.
Program-program tersebut dalam sepanjang tahun akan dilanjutkan dengan pemasangan iklan baliho raksasa di sepanjang jalan-jalan protocol ibukota, diberikan gambar sang pemimpin sedang menyiram pohon bersama dengan istri atau menterinya atau kepala daerahnya. Gambar yang seolah menuntun masyarakat untuk mau menanam dan merawat tanaman dengan baik, sebuah tuntunan yang baik tentunya apabila masyarakat kemudian menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Namun ternyata pertanyaan yang paling mendasar pun muncul dari berbagai kalangan masyarakat luas, apakah anggaran untuk beriklan yang dikeluarkan dari kas Negara itu sebanding dengan anggaran yang dikeluarkan untuk memastikan bahwa jutaan tanaman atau pohon yang ditanam tersebut telah tumbuh dengan baik. Sebelum kita mendapatkan jawabannya, kita hanya akan melihat seremonial tersebut akan berulang kembali yang diadakan dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi. Dapat diasumsikan bahwa penokohan dalam beriklan dirasa lebih penting dari sekedar merawat pohon untuk dapat tumbuh besar hingga bermanfaat bagi lingkungan sekitarnya. Ironi memang.
Sudah saatnya kita tidak lagi menjadikan hari menanam hanya sebagai slogan semata, akan tetapi yang jauh lebih penting dari hal ini adalah penanaman nilai-nilai kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga kualitas lingkungan demi masa depan yang lebih baik. Pemerintah sebagai regulator sangat berkepentingan dalam menentukan kebijakan serta menyusun program-program yang dapat dirasakan secara langsung ataupun tidak langsung oleh masyarakat.