“Mahal banget, Bang! Kurangin dikit deh harganya. Mau ambil banyak
nih, masa nggak bisa kurang dikit harganya?” Tak terdengar asing, kan?
Mengapa ketika kita memilih membeli sayur atau buah di penjual keliling
atau kios pasar, meski untuk selisih 2000 atau 3000 rupiah, kita
cenderung ”memaksa” menawar hingga harga terendah, sementara untuk
barang yang sama, yang kita beli di supermarket, meski kita pikir
sedikit lebih mahal, kita setuju dengan harganya dan tetap membayar
tanpa menawar lebih dulu?
Supermarket dibuat dengan konsep kenyamanan, keteraturan, dan
ketertiban yang memudahkan setiap pembeli membelanjakan uang mereka
sebanyak-banyaknya, dan datang kembali berkali-kali, meskipun semua
barang di sana dipatok harga mati; tidak boleh ditawar! Mengapa kita
tidak protes?
Ketika kita memilih antara belanja di supermarket dan kios pasar atau
penjaja keliling, hal paling sering yang menjadi pertimbangan adalah
kenyamanan, keteraturan, ketertiban, kualitas, kemudahan dan keuntungan
program hadiah misalnya, yang tidak kita jumpai di pedagang kecil.
Mari kita simak. Jika untuk barang-barang yang kita perlukan setiap
bulan, kita bersedia mengikuti aturan harga mati, mengapa kita tidak
memberlakukannya dalam kehidupan kita lainnya setiap hari? Jika
kenyamanan, keteraturan, ketertiban dan kualitas hidup lebih baik
menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan, bukankah lebih baik
jika peraturan dan hukum dibuat harga mati? Tidak ada celah untuk
tawar-menawar, apalagi beli-membeli untuk kepentingan sesaat dan
segelintir orang. Bayangkan, betapa nyamannya hidup kita saat peraturan
tak sudi ditawar itu membantu kita menjalani proses dalam kerangka yang
tertib, dan membawa kita kepada kehidupan yang teratur.
Dulu, saya tidak sepenuhnya paham, mengapa ayah begitu marah ketika
saya melanggar batas waktu ke luar rumah yang telah ditentukannya. Saat
itu, saya tahu ayah khawatir dan bermaksud baik, tetapi
”peraturan-peraturan”-nya terkesan tidak masuk akal dan tak ada pilihan
lain kecuali menjalaninya.
Kemudian, saya mengerti maksud beliau, dan ketika saya membaca
tulisan Aristoteles, makin jelaslah tujuan kedisiplinan peraturan harga
mati kala itu. “Moral Excellence comes about as a result of habit.”
Kita terbiasa berlaku adil ketika hanya melakukan tindakan-tindakan
adil, menjadi penyabar ketika berlaku panjang sabar, menjadi pemberani
ketika membiasakan diri bertindak berani. Kini, saya merasakan manfaat
dari peraturan harga mati itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan
mengarahkan kehidupan yang berlimpah berkah ini, menjadi lebih bermakna
dengan mengenakan Moral Excellence sebagai karakter unggul yang mendasari hidup dan perilaku kita.
Berlatih Moral Excellence hanya dapat dimulai, ketika kita
melihat manfaat ketaatan dari peraturan dan hukum itu bagi pengembangan
dan perluasan kedewasaan moral diri sendiri. Tanpa harus menunggu
seseorang melakukannya lebih dulu. Sebaiknya, untuk sebuah tujuan
kesempurnaan seperti Moral Excellence, tak perlu ditawar lagi; ini harga mati!
1. Tidak Susah, hanya perlu berlatih
Pemimpin Cerdas Spiritual, hanya dapat diidentifikasi dari bagaimana
respon mereka terhadap perkara-perkara yang membutuhkan pengolahan
Kecerdasan Spiritual, dan sejauh mana mereka konsisten memeliharanya.
Tidak susah untuk memulai mengasahnya, yang Anda perlukan hanya berlatih
terus-menerus. Memelihara keadilan, bukan perkara gampang, tapi kita
dapat melatihnya menjadi kebiasaan; dari hal-hal sederhana setiap hari.
Lihat, bagaimana Anda dapat mulai berlaku adil di rumah, meneruskannya
di tempat kerja, dan selanjutnya memromosikannya kepada orang lain lagi.
Ingat, periksa dulu diri sendiri sebelum menjatuhkan penghakiman atas
orang lain. Uji nilai keadilan Anda setiap hari, dan lakukan perubahan
untuk menetapkan standar “harga mati.” Bukankah kualitaslah yang
membedakan apakah sesuatu layak ditawar atau tidak? Bagaimana kualitas
keadilan Anda?
2. Tidak Mudah, hanya perlu konsistensi
Ketika sudah dipatok harga mati, ini berarti tak ada lagi ruang untuk
tawar-menawar dalam keadaan dan kondisi apa pun. Panduan untuk berlaku
adil, berarti menjaga peraturan agar berjalan semestinya, lalu
menjaganya tetap konsisten. Ini bukan hal mudah, memang. Jadi, tetaplah
pada jalur! Kerjakan keadilan meski sulit. Buahnya mungkin tak segera
terlihat, tapi tengok keuntungan-keuntungan yang tersimpan di sana, bagi
diri sendiri, di kehidupan setelah mati nanti, juga warisan budaya
tertib, tertata dan taat bagi generasi selanjutnya. Konsistensi Anda
membuahkan hasil berlipat lebih dari yang dapat Anda bayangkan!
3. Tidak Banyak, biasakan
Ketekunan membuahkan hasil yang luar biasa. Tapi ini indahnya, Anda
tak perlu menjadi Superman atau Batman dengan kemampuan khusus dan
teknologi mutahir menumpas kejahatan dan menjaga keadilan. Anda adalah
Super Hero tulen, aktor utama pemberantas ketidakadilan. Yang berani
menumpas segala yang tidak adil, tak patut, tak turut peraturan, dan
yang tidak taat di dalam diri Anda sendiri lebih dulu. Beranikan diri,
membiasakan menang atas ketidakadilan dalam hidup Anda sendiri, meski
tidak banyak, Anda telah melakukan sesuatu yang penting untuk
diteruskan. Kerjakan terus!
4. Tidak Sama, tidak apa
Ingat Investasi Dua Dunia? Kekayaan yang kita usahakan sebaiknya
bukan hanya cukup untuk keperluan di bumi, tetapi yang menyertai kita
hingga akhirat nanti. Dengan berpikir seperti ini, tentu kita tak lagi
peduli, meski sekeliling berlaku curang, menjual belikan hukum, membayar
“kenyamanan” dan “jalan pintas.” Meski tak serupa dengan mereka, tidak
apa; tujuan kita tetap mengarah pada keuntungan berganda yang melampaui
ukuran uang mana pun. Mencapai kesejahteraan batin dan kekayaan jiwa
sepanjang hayat dan seterusnya. Anda tak harus serupa dengan semua
orang, karena tugas Anda adalah membuat perubahan dan memulai
pembaharuan agar orang lain dapat mengikutinya.
Berhenti melakukan “Korupsi Emosi” di setiap tindakan Anda. Ingatlah,
keadilan adalah Harga Mati; tidak untuk ditawar atau dieksploitasi demi
keuntungan sendiri.