Al-Wasi’ merupakan turunan dari kata wa-si-’a, yang berarti luas,
lapang, daya tampung, berkelimpahan, meliputi, kaya, dan arti lain yang
serupa. Orang yang menguasai berbagai ilmu disebut luas ilmunya. Orang
yang mudah memaafkan disebut lapang dada. Orang yang memiliki kekayaan
yang banyak disebut berkelimpahan, dan seterusnya.
"Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu-Mu meliputi segala sesuatu." (QS. Al-Mukminuun: 7)
Kata Al-Wasi’ digunakan Al-Qur’an sebanyak 9 kali, dan semuanya
dipakai untuk menyifati Allah swt. Hal ini memberi gambaran bahwa hanya
Allah yang berhak menyandang sifat ini. Tak ada seorang pun yang
memiliki keluasan, sebagaimana keluasan Allah. Hanya Dia Yang Maha Luas
dalam segala hal.
Selain dalam bentuk ism (kata benda), wa-si-a dalam bentuk fi’il
(kata kerja) juga banyak dijumpai dalam Al-Qur’an, bahkan jumlahnya
lebih banyak lagi. Salah satu di antaranya menggambarkan tentang
keluasan ilmu Allah, sebagaimana berikut:
“Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu. Tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?” (Al-An’am: 80).
Senada dengan ayat di atas, Al-Qur’an juga menyebutkan:
“Mereka yang memilkul ’Arsy dan mereka yang berada di sekelilingnya
bertasbih memuji Tuhan mereka dan mereka beriman kepada-Nya dan
memohonkan ampunan bagi orang-orang yang beriman (dengan berkata): ’Ya
Tuhan kami! Karunia dan Ilmu-Mu meliputi segala sesuatu, maka berilah
ampunan dari-Mu orang-orang yang kembali (kepada-Mu) dan mengikuti
jalan-Mu, dan peliharalah mereka dari siksa api neraka.” (Al-Mu’min: 7).
Jika kedua ayat di atas menggambarkan keluasan ilmu-Nya, ayat berikut ini justru menggambarkan tentang keluasan rahmat-Nya.
“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan
rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat, dan
orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami.” (Al-A’raf: 156).
Dalam buku An-Nihayah, Ibnu Atsir memaparkan tentang sifat Allah
Al-Wasi’ ini dengan menyebut beberapa arti: (1) bisa memperkaya setiap
orang miskin, (2) rahmat-Nya meliputi segala sesuatu, (3) otoritasnya
tidak pernah berakhir, (4) rahmat-Nya tidak terbatas, (5) kerajaan-Nya
abadi, (6) tidak pernah menghentikan pemberian, (7) tidak pernah
kebingungan karena mengetahui sesuatu dari mengetahui yang lain, (8)
pengetahuannya meliputi segala sesuatu, (9) kekuasaan-Nya mencakup
segala sesuatu, (10) rahmat-Nya amat luas, (11) Dia mandiri, (12)
pengetahuan, kekuasaan, dan rahmat-Nya adalah paling besar, (13) Dzat
yang sifat-sifat-Nya tidak terbatas, (14) pengetahuan, rahmat, dan
ampunan-Nya luas, dan (15) wilayah-Nya begitu besar tak terbatas.
Itulah sebabnya, Al-Wasi’ yang sejati dan mutlak hanya Allah. Hanya
Dia yang ilmu-Nya tak bertepi, rahmat-Nya tak pernah habis terbagi, dan
kekuasaan-Nya meliputi langit dan bumi.
Dialah Allah yang keluasan-Nya meliputi Barat dan Timur, Utara dan
Selatan. Dia ada di segala penjuru langit dan bumi. Karenanya, Dia
menginformasikan kepada kita bahwa untuk menghadap kepada-Nya kita bisa
mengarahkan wajah kita kemana pun, terutama pada saat kita berada dalam
perjalanan (safar), maupun saat kita tidak tahu arah (kiblat).
Allah berfirman: “Maka kemana pun kamu menghadap di situlah wajah
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Meliputi lagi Maha Mengetahui.” (QS.
Al-Baqarah: 115).
Ayat di atas memberi gambaran kepada kita bahwa Allah swt selain Maha
Luas Dzat-Nya juga berlapang dada dalam memberikan rukhsah (keringanan)
kepada hamba-Nya ketika beribadah. Dia memaklumi hamba-Nya yang
kesulitan menghadap kiblat ketika safar, karenanya Dia memberi
keringanan.
Apalagi kepada orang yang telah berlapang dada, menolong sesamanya
dengan mengeluarkan sebagian dari hartanya, baik dalam bentuk sodakoh,
infaq, maupun zakat. Dia melipatgandakan pemberian orang tersebut dengan
quantum pahala. Al-Qur’an menyebutkan: “Perumpamaan (nafkah yang dilekuarkan oleh) orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih
yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah
melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha
luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 261).
Lalu, bagaimana cara meneladani sifat ini? Bantulah setiap orang yang
meminta bantuan, perlakukan semua orang dengan sebaik-baik perlakuan,
dan bermurah hatilah kepada setiap orang. Tak lupa, maafkan orang
sebelum atau sesudah mereka meminta maaf. Bukalah dada secara lapang
untuk menerima keterbatasan manusia.