"Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan diri mereka sendiri?" (QS. Ath-Thur: 35)
Pertanyaan di atas ditujukan kepada mereka yang masih ragu tentang
penciptaan alam, termasuk manusia.
Di antara mereka ada yang berpendapat
bahwa alam itu ada dengan sendirinya dan tidak ada yang menghancurkan
serta membinasakannya kecuali waktu.
Anggapan seperti itu telah direkam al-Qur’an:
“Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga.” (QS. Al-Jatsiyah: 24).
“Dan mereka berkata, “Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup, dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa.” Tetapi mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu, mereka hanyalah menduga-duga.” (QS. Al-Jatsiyah: 24).
Teori evolusi yang digagas oleh Darwin dan ilmuwan lainnya hanyalah
bersifat hipotesa yang sama-sekali belum atau tidak akan terbukti
kebenarannya, selama-lamanya. Teori yang menduga bahwa terwujudnya
sesuatu karena adanya unsur-unsur sebelumnya yang mengalami proses
evolusi sehingga menghasilkan sesuatu yang baru, hanyalah isapan jempol
yang tak pernah terbukti secara ilmiah.
Memang, kaum atheis selalu mempertanyakan, jika segala sesuatu itu
ada yang menyiptakan, lalu siapakah yang menyiptakan Tuhan? Pertanyaan
seperti itu sudah ada sejak zaman Nabi saw, oleh karenanya beliau telah
mengajarkan kepada kita: “Sesungguhnya setan dating kepada salah seorang
di antara kamu dan bertanya, siapakah yang menyiptakan langit? Dijawab,
Allah. Ditanya lagi, siapakah yang menyiptakan bumi? Dijawab, Allah.
Lalu, ia akan bertanya lagi, siapakah yang menyiptakan Allah? Maka
apabila muncul pertanyaan seperti itu, segeralah berkata: “Aku beriman
kepada Allah dan Rasulullah saw.”
Pandanglah alam raya yang terbentang luas di depan kita, perhatikan
satu persatu ciptaan Allah yang nyaris tak terhingga itu, betapa indah
dan harmonis. Lalu, tanyalah dalam hati yang terdalam, Apakah ada
keragu-raguan terhadap Allah, Pencipta langit dan bumi? (QS. Ibrahim:
10).
Dalam al-Qur’an, kata Al-Mubdi-u dalam bentuk isim (kata benda) tidak
ditemukan, baik yang disifatkan kepada Allah atau pun kepada
selain-Nya. Meskipun demikian, bentukan kata dari Al-Mubdi-u dalam
bentuk fi’il mudhari’ (kata kerja masa kini dan masa depan), maupun
dalam bentuk fi’il maadhi (kata kerja masa lampau yang mengandung makna
kepastian) dapat dijumpai dalam beberapa ayat. Salah satu contohnya
adalah:
“Hanya kepada-Nyalah kamu semuanya akan kembali; sebagai janji yang
benar dari Allah, sesungguhnya Dia-lah yang memulai (menyiptakan)
makhluq”. (QS. Yunus: 4)
Dalam ayat yang lain juga dapat dijumpai, misalnya:
“Atau siapakah yang memulai (menyiptakan) makhluq dan siapa pula yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Katakanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS. An-Naml: 64)
“Atau siapakah yang memulai (menyiptakan) makhluq dan siapa pula yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi? Apakah di samping Allah ada Tuhan (yang lain)? Katakanlah bukti kebenaranmu, jika kamu memang orang-orang yang benar.” (QS. An-Naml: 64)
Ya, Allah telah memperkenalkan diri-Nya kepada kita sebagai
Al-Mubdi-u, Yang Maha Memulai. Menurut Al-Qusyairi, Al-Mubdi-u berarti
Dialah yang menyiptakan makhluq dari tiada menjadi ada tanpa contoh
sebelumnya, dan mengembalikan mereka dengan kebangkitan serta
menghidupkan kembali makhluk-makhluk-Nya yang telah mati pada hari
kiamat nanti.
Contoh sederhana adalah penyiptaan manusia. Walaupun penyiptaan
manusia itu berulang-ulang dan dalam jumlah yang amat besar,
penyiptaannya bukan pabrikan atau bersifat massal. Dua anak kembar yang
lahir dari rahim yang sama, tidak persis sama, baik bentuk fisik,
apalagi struktur kejiwaannya. Kreasi Allah sungguh tak terbatas, selalu
terbarukan. (Hamim Thohari)