Selama politik masih
diwarnai siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana, selama itu pula politik akan
berubah menjadi pertengkaran dan konflik politik. Dan pasti akan muncul konflik
kepentingan dan ambisi dalam ranah merebut kekuasaan. Tetapi jika politik lebih
dimaknai untuk berbagi kepada sesama dan memberikan yang terbaik bagi bangsa
dan Negara, atau berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memperkuat
kedaulatan rakyat maka wajah politik pasti berbeda. Dengan kata lain,
sesungguhnya berpolitik adalah bernegara, dan bernegara adalah berkonstitusi. Melalui
kontrak sosial berupa konstitusi itulah, setiap Partai Politik apapun dan
golongan manapun, harus tunduk, patuh, dan menjalankan konstitusi Negara secara
konsekuen dengan penuh komitmen.
Pada tahun 1926, bung Karno
muncul sebagai cendikiawan muda yang brilian dan visioner. Hasil pengamatannya
yang tajam tentang masyarakat Indonesia pada waktu itu melahirkan serangkaian
tulisan cemerlang, mengandung buah pemikiran yang otentik dan orisinal. Salah
satu karya Bung Karno muda adalah tentang tiga aliran politik dalam masyarakat
Indonesia, yakni Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Pemetaan ini dilakukan
sebelum Indonesia merdeka.
Tiga aliran politik itu
berpengaruh luas terhadap masyarakat dan merupakan kekuatan nyata yang
diperhitungkan dalam kurun waktu 1945-1965. Dalam batas tertentu pemikiran Bung
Karno ini masih terdengar hingga sekarang, meski secara subtantif ketiga aliran
tersebut saling bertentangan, namun Bung Karno melihatnya sebagai kenyataan
dalam perpolitikan di Indonesia. Lebih dari itu, ia melihatnya bahwa
masing-masing aliran mempunyai nilai positif bagi masyarakat Indonesia. Dapat
disimpulkan bahwa dengan pertentangan ketiga aliran tersebut sebenarnya Bung
Karno bisa menerima konflik sebagai hal yang wajar dalam kehidupan politik
Indonesia pascakemerdekaan 1945.
Selama hampir enam belas
tahun Pasca Reformasi, bangsa ini hampir tidak pernah berbuat hal-hal besar
sebagai capaian prestasi membanggakan bagi Negara dan bangsa. Hal ini akibat
banyaknya intrik dan pertengkaran politik. Belasan tahun waktu dihabiskan hanya
untuk urusan pertengkaran politik yang tak kunjung membawa kesejahteraan bagi rakyat.
Perlu digarisbawahi bagaimana membuat rakyat sejahtera dan kedaulatan rakyat
tidak tergadaikan oleh Partai Politik, melainkan dapat dilaksanakan oleh setiap
warga Negara tanpa ada tekanan dari Partai ataupun elit politik.
Saat ini, pertengkaran
politik telah berlangsung di negeri yang telah lebih 68 tahun merdeka,
sepanjang itu para elit politik hanya sibuk bertengkar, saling intrik, dan fitnah.
Itu sebabnya sejarah politik Indonesia pada dasarnya adalah sejarah konflik. Salah
satu ciri menarik dari sejarah politik Indonesia pasca kemerdekaan adalah
pergulatannya dengan konflik. Dalam pergulatan konflik itu rakyat belajar
memahami dirinya, terkadang harus dibayar dengan harga yang mahal. Namun dari konflik
itu, sekaligus memberi petunjuk tentang ciri budaya politik, struktur politik,
dan sistem politik Indonesia sampai sekarang.
Tahun 2014 adalah tahun
Politik, dimana Indonesia beranjak dengan sistem politik demokrasi yang
dituangkan dalam Pemilihan Umum. Semua elemen politik dan elemen non-politik
mencermati apa yang akan terjadi kedepan. Tentu harapan ini mengarah pada
terpilihnya kelompok politik dan orang-perseorangan yang akan menentukan arah
kebijakan bangsa ini.
Kembali rakyat dijadikan
eksperimen demokrasi, saat keberhasilan dicapai maka dielu-elukanlah pilihan
rakyat tersebut, namun saat kegagalan menghantui maka rakyat pula yang akan
dijadikan kambing hitam dari eksperimen tersebut. Dengan jumlah 250 juta,
eksperimen demokrasi ini akan berharga sangat mahal dalam usahanya untuk
mewujudkan cita-cita besar bangsa, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan
makmur, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut serta dalam perdamaian dunia.
Tentu eksperimen demokrasi
ini tidak dapat dilakukan seperti orang berjudi, dimana perasaan (feeling) lebih kuat dibandingkan naluri
(insting) dan logika (thinking). Terlalu besar taruhan yang
dihadapkan pada kehidupan rakyat apabila hanya mendukung karena kesukaan dan
ketertarikan dari tampilan luar dan pencitraan. Perlu pencerdasan dan
pencerahan yang lebih dalam menentukan pilihan dalam eksperimen ini.
Rangkaian nama-nama calon
pemimpin yang selama ini beredar tentunya masuk dalam radar pilihan rakyat yang
akan menjadi “Tuhan” dalam demokrasi ini, hanya saja apakah setelah itu rakyat
akan kembali dalam posisinya sebagai kambing hitam demokrasi ataukah menjadi tuan
tanah yang berdaulat atas hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi.
Rekam jejak tiap-tiap calon
pemimpin ini sekarang sudah mudah untuk diakses oleh rakyat, media massa maupun
media sosial sudah berada sangat dekat, setidaknya bagi masyarakat terpelajar
dapat dengan mudah mengkritisi rekam jejak tersebut. Namun apakah masyarakat
pedesaan dan pedalaman juga memiliki akses yang sama? Kelompok ini lebih banyak
tergantung pada Tokoh setempat, alim ulama, pemuka agama, kepala suku, yang memberi
pengarahan kemana pilihan akan berlabuh.
Karena itu penting bagi
semua kelompok sosial untuk memberikan edukasi yang luas kepada semua rakyat
tentang rekam jejak tersebut. Akhirnya penulis berharap matahari di 2014 ini
dapat bersinar dengan cerah dan membawa kapal besar yang bernama Indonesia ini
berlayar kearah kemajuan dan kesejahteraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar