Rabu, 11 September 2013. Republik ini geger dengan berita mengejutkan tentang tewas tertembaknya anggota Polisi di Jalan H.R.Rasuna Said Jakarta Selatan. Kejadian yang terjadi pada selasa malam tersebut tentu saja mengagetkan kita semua, mengingat Jalan H.R.Rasuna Said yang berada persis di depan Gedung KPK tersebut merupakan Jalan Protokol, dan berada di wilayah yang banyak terdapat kedutaan asing yang mesti dilindungi.
Korban adalah Bripka. Sukardi, yang sedang menjalankan tugas untuk mengawal pengiriman barang melalui truk barang dari pelabuhan Tanjung Priok menuju komplek perkantoran di kawasan Kuningan Jakarta Selatan. Anggota Provost ini tewas tertembak tepat di dadanya oleh pelaku yang mengendarai sepeda motor.
Kejadian ini seolah mengingatkan kita dengan penembakan anggota Polisi di Pondok Aren, Tangerang Selatan beberapa waktu yang lalu. Ini seolah lanjutan dari penembakan berantai terhadap anggota Polisi di wilayah ibukota dan sekitarnya.
Tentu ada alasan kenapa pelaku memilih menembak Polisi aktif yang sedang bertugas, dan kenapa melakukannya di Jalan Raya yang notabene banyak dilalui orang. Pelaku seolah ingin menebarkan ancaman teror kepada institusi Tribarata ini, seolah ada pesan khusus yang ingin disampaikan kepada seluruh keluarga besar Kepolisian Republik Indonesia. Secara umum pesan ini juga ditujukan kepada seluruh rakyat Indonesia, bahwa pelindung dan penegak hukum di masyarakat pun masih mungkin untuk terkena tindak kejahatan, apalagi hanya masyarakat biasa.
Kejadian ini mengagetkan bukan hanya karena korban tewas tersebut merupakan anggota Polisi, tapi juga terjadi di depan Gedung KPK, lembaga yang sedang sibuk-sibuknya menggarap kasus Korupsi para penyelenggara negara, termasuk kasus Korupsi Simulator SIM yang melibatkan salah satu Jenderal Polisi berbintang dua. Entah memang direncanakan atau tidak, pemilihan lokasi penembakan ini memang menimbulkan pemikiran yang seolah mengingatkan kembali akan ketegangan di Gedung KPK antara Polisi dengan KPK saat penyidikan kasus Simulator SIM tersebut.
Tapi di balik ini semua, kita mesti berduka akan korban yang merupakan Polisi arus bawah, yang tentu tidak memahami permainan kotor para petinggi-petingginya. Kita yakin korban juga tidak punya musuh secara pribadi sehingga harus dibunuh seperti ini, namun ini merupakan musuh secara intitusi kepada Kepolisian.
Mengapa Polisi mesti punya musuh? Mari kita berpikir Kepolisian untuk lebih intropeksi diri, agar akar permasalahannya dapat terurai dan kejadian seperti ini tidak terulang lagi. Tentunya kita tidak ingin negara kita menjadi Republik Koboy yang tiap warganya dapat dengan bebas membawa senjata api dan saling tembak-tembakan di tepi jalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar