“Media adalah alat yang paling ampuh bagi publik
untuk mengontrol politisi. Sebagai representasi dari kepentingan publik,
medialah yang paling berperan sebagai wakil publik dalam mengontrol perilaku
para politisi. Publik tidak akan menanggung beban dan akibat dari kebijakanyang
dirumuskan, disetujui, dan diputuskan berbagai pejabat publik.” Lewis
Powell – Hakim Agung di Amerika Serikat.
Napoleon
Bonaparte pernah berujar, “Saya lebih
memilih berhadapan dengan ribuan tentara musuh daripada harus berhadapan dengan
satu orang wartawan.” Napoleon menyadari bahwa dalam dunia politik, media
menjadi alat paling ampuh dalam membentuk opini public. Seribu tentara yang
menghunus pedang tak begitu terlihat menakutkan karena serangan dan geraknya
dapat terbaca. Akan tetapi wartawan dengan opini yang dibuatnya mampu
mempengaruhi jutaan orang dengan arah dan opini yang sulit ditebak. Media jauh
lebih menusuk dibandingkan dengan senjata canggih sekalipun.
Kata-kata
berenergi diatas seolah menyentak kesadaran public. Media sungguh sangat
dashyat. Bagi politisi atau penguasa, media massa adalah pisau bermata dua. Disatu
sisi, media merupakan alat paling efektif untuk mengupas pemberitaan positif
yang dapat memopulerkan dan meningkatkan pencitraan positif seorang politisi
atau penguasa. Sementara di sisi lain, media justru dapat menikam dan menguliti
seorang politisi dengan pemberitaan negative. Penguasa bisa dijatuhkan dan
mendapatkan citra buruk bertubi-tubi karena kuatnya pemberitaan negatif yang
mengarah pada pemerintahannya.
Oleh
karena itu, tidak aneh bila setiap rezim otoriter di belahan bumi ini kerap
mengontrol media secara ketat. Simaklah pelbagai peristiwa yang terjadi di masa
orde baru. Media massa dikekang. Jika ada media yang berani sedikit saja
melawan kekuatan rezim maka otomatis akan dibredel. Pembredelan adalah
peristiwa biasa yang bisa kita tengok di setiap sudut waktu. Hanya pemberitaan
positif terhadap rezim yang diizinkan. Jika tidak ingin ditutup, sikap kritis
media mau tidak mau mesti dilontarkan dengan sangat hati-hati.
Situasi
mencekam seperti ini tidak berlangsung abadi, seperti lazimnya kehidupan dunia
itu sendiri memang tidak kekal. Di akhir masa pemerintahan rezim orde baru,
khususnya di era tahun 1998 media semakin berani mengkritik kebijakan
pemerintah yang salah. Bahkan, media berhasil memaksa rezim itu masuk kubangan.
Media membuncah, suara media seolah suara publik. Media menjelma menjadi
kekuatan kritis yang sulit dibendung oleh siapapun, apalagi menjelang dan
sesudahnya tumbang rezim orde baru. Pemberitaan media massa sangat berperan
dalam menggulirkan nafas reformasi. Setiap kebijakan pemerintah yang dipandang
tidak pro-rakyat dikuliti secara terbuka. Independensi media dan kebebasannya
mulai memunculkan bentuknya yang asli : bermata dua, bisa memberitakan yang
positif dan negative sekaligus.
Masyarakat
pun kini sudah lebih dewasa dalam menentukan sikap politiknya. Hal ini
disebabkan pendidikan politik yang didapatkannya secara luas melalui berbagai
media, masyarakat bisa mengakses informasi melalui pelbagai media secara bebas.
Media kini sanggup menyediakan hidangan yang beragam, sementara public menyibaknya
sesuai nalar dan perasaannya masing-masing. Tidak seperti di era orde lama atau
orde baru yang terkungkung oleh sikap represi rezim berkuasa atau karena
miskinnya informasi media yang didapat, masyarakat Indonesia pasca reformasi
telah memulai tercerahkan oleh pendidikan politik. Masyarakat mulai kritis
dalam mengevaluasi dan menilai kiprah dan sepak terjang elit politik.
Kini,
politik tidak hanya monopoli segelintir orang, masyarakat lain pun merasa
berhak untuk menentukan sikap politik tanpa rasa takut dengan pilihannya.
Rakyat semakin dewasa dan bebas, berkat media yang juga semakin bebas.
Perkembangan
teknologi informasi dan komunikasi merupakan penyumbang besar dalam pendidikan
politik. Apalagi dengan semakin besarnya gelombang demokratisasi di dunia,
masyarakat telah memainkan peran yang penting dalam mempengaruhi setiap
kebijakan dan keputusan politik pemerintah. Melalui televisi, seseorang dapat
menyaksikan kinerja, platform, visi, dan misi partai. Masyarakat dapat
menyaksikan kesungguhan dan komitmen seorang konstestan pemilu serta
mengevaluasi, membandingkan, dan menentukan pilihan setelah menyaksikan
sejumlah berita di media massa dengan bebas.
Melalui
internet seseorang dengan sangat mudah, cepat, dan tepat dapat melihat program
kerja suatu partai berjalan dengan baik atau sebaliknya. Setiap individu dapat
mengakses informasi tanpa terbentur oleh ruang, jarak, dan waktu yang jauh. Ditambah
lagi dengan pendidikan formal politik yang juga berperan secara strategis dan
menumbuhkan kesadaran public tentang makna demokrasi. Masyarakat semakin
menyadari bahwa tindakan berpolitik dan berdemokrasi bisa diekspresikan dalam
berbagai ruang gerak dan jenjang serta bentuk suara atau ekspresi yang beragam.
Media
massa yang kian terbuka dan kritis semakin member andil dan memainkan peran
signifikan dalam memberikan pencerahan politik kepada masyarakat, baik di
tingkat local, daerah, nasional, bahkan internasional. Kritik-kritik yang
dilontarkan oleh media massa dengan cerdas, tajam, dan konstruktif dapat
memudahkan masyarakat untuk memahami kebijakan yang diambil oleh pemerintah.
Dengan
intensifnya media massa dalam memberikan pencerahan politik kepada masyarakat,
mendorong untuk terciptanya kesadaran masyarakat akan pentingnya transisi
politik Negara melalui Pemilihan Umum. Hal ini akan mengarahkan pada
terciptanya Pemilu yang berkualitas dan terbentuknya pemerintahan yang efektif
dalam mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
Namun,
semua ini bukanlah tanpa tantangan. Politik Monopoli media yang dikuasai oleh
sekelompok orang yang juga memiliki kepentingan politik, membuat independensi
media menjadi dipertanyakan. Kini sulit untuk menemukan media yang benar-benar
independen tanpa kepentingan politik sang pemiliknya. Kepiawaian dalam mengemas
sosok seseorang yang mungkin sebelumnya dicap negatif dapat dirubah melalui
iklan dan penampilan di semua lini berita sehingga menjadi positif. Iklan-iklan
politik di televisi menjual kandidat Presiden, seperti produsen menjajakan
produk kecap dan obat nyamuk.
Pengaruh
media massa memang telah menjadi kajian tersendiri dalam ilmu komunikasi
politik. Media dianggap mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi opini dan
perilaku public. Media diyakini dapat mentransmisi dan menstimulasi
permasalahan-permasalahan politik dengan peran yang sangat hebat. Oleh karena
itu media massa menjadi alat yang sangat penting dalam kampanye politik. Jaringan
media di tengah-tengah masyarakat dianggap sebagai alat yang paling canggih
dalam mensosialisasikan program kerja, citra partai, pesan politik, dan
kepentingan politik lain. Karena begitu besar peran media, tidak jarang
beberapa kalangan menggunakan media sebagai alat untuk melakukan pembunuhan
karakter terhadap kontestan politik yang menjadi kompetitornya.
Jadi,
apakah media dapat bermanfaat untuk menaikkan pencitraan atau mendatangkan
bencana bagi perilaku yang dianggap negatif? Itu tergantung bagaimana
tokoh-tokoh politik memainkan momentum dengan media.
Semoga melalui media
yang independen dan actual, kita dapat menemukan pemimpin dan wakil rakyat baru
dalam menyongsong Pemilu 2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar