Oleh : Atma Winata Nawawi, ST
Indonesia merupakan bangsa yang berdiri diatas Negara, terdiri atas berbagai etnis dan beragam budaya. Melalui sebuah gerakan besar pada 1928, para pemuda mencoba membangun paradigma berpikir bahwa semua etnis dan budaya yang tersebar di penjuru nusantara harus bersatu menjadi sebuah bangsa, yang bertanah air satu, dan direkatkan dengan bahasa yang satu pula. Gerakan besar seperti ini pun terulang lagi dalam pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang diperkuat dengan berdirinya Negara melalui perangkatnya pada satu hari setelahnya. Tanpa birokrasi yang panjang dan wacana yang lebar, gerakan ini diamini oleh seluruh rakyat yang dulu menjadi jajahan Kolonial Belanda di Indonesia. Sehingga dalam empat tahun Kerajaan Belanda terpaksa mengakui bahwa benar telah terbentuk Negara Kesatuan yang sah yang bernama Republik Indonesia pada Konfrensi Meja Bundar di Den Haague.
Indonesia merupakan bangsa yang berdiri diatas Negara, terdiri atas berbagai etnis dan beragam budaya. Melalui sebuah gerakan besar pada 1928, para pemuda mencoba membangun paradigma berpikir bahwa semua etnis dan budaya yang tersebar di penjuru nusantara harus bersatu menjadi sebuah bangsa, yang bertanah air satu, dan direkatkan dengan bahasa yang satu pula. Gerakan besar seperti ini pun terulang lagi dalam pernyataan Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, yang diperkuat dengan berdirinya Negara melalui perangkatnya pada satu hari setelahnya. Tanpa birokrasi yang panjang dan wacana yang lebar, gerakan ini diamini oleh seluruh rakyat yang dulu menjadi jajahan Kolonial Belanda di Indonesia. Sehingga dalam empat tahun Kerajaan Belanda terpaksa mengakui bahwa benar telah terbentuk Negara Kesatuan yang sah yang bernama Republik Indonesia pada Konfrensi Meja Bundar di Den Haague.
Gerakan
massa seperti ini selalu menjadi simbol kebangkitan suatu era peradaban bangsa
Indonesia, dimana terjadi stagnasi maka disitu akan dibakar semangat gerakan
besar untuk mendobrak menuju perbaikan dan penyempurnaan. Masih segar diingatan
kita gerakan 1998 yang mendobrak tirani orde baru, kemudian gerakan 1966 yang
mendobrak tirani Orde Lama, dan gerakan massa lain yang mewarnai sejarah
panjang bangsa Indonesia.
Dalam
setiap momentum tersebut kaum muda yang selalu mengambil peran strategis dan
signifikan dalam membangkitkan gerakan massa seperti ini. Kaum muda yang sering
kita jumpai berjubah sebagai mahasiswa, dan pelajar bahkan menyebut dirinya
sebagai agent of control dan agent of change dalam perjalanan bangsa
ini. Dalam banyak kesempatan, Elit
Negara memandang ini serius dan tidak dapat dianggap remeh. Sehingga terkadang,
suara gerakan massa kaum muda selalu dijadikan parameter dalam menentukan
kebijakan.
Kondisi
ini sangat kontras bila kita melihat gerakan massa kaum muda di Negara tetangga
kita, sebut saja Singapura dan Malaysia. Disana kaum muda lebih banyak pasif
dan tidak menuntut terlalu banyak hal terhadap Negara. Mereka lebih
Individualistis dan Apatis terhadap permasalahan yang ada disekitarnya.
Perbedaan ini yang menjadikan Gerakan Massa di Indonesia menjadi ciri khas
dibandingkan gerakan sejenis dinegara lain.
Timbul
pertanyaan, apakah gerakan massa ini hanya bersifat destruktif? Menghancurkan
tatanan nilai yang sudah terbentuk sebelumnya? Memangkas alur gerak yang biasa
terjadi? Tentu jawabannya akan sangat tergantung kemana gerakan massa ini akan
dibawa. Dalam pemikiran penulis, gerakan massa adalah gerakan liar yang sulit
dikendalikan, hasil baik atau malah menambah buruk adalah tergantung arah
gerakan mau dibawa kemana.
Dalam
konteks permasalahan Lingkungan Hidup, gerakan massa terasa masih amat sepi,
jauh dari dukungan seluruh stakeholder masyarakat Indonesia. Masyarakat akan
sangat bersemangat berbicara masalah Politik, Hukum, dan kesejahteraan. Tapi
terasa jauh bila sudah bicara tentang pentingnya merawat pohon, pentingnya
tidak membuang sampah sembarangan, dan pentingnya tidak merokok ditempat umum.
Bila dilihat konfigurasi permasalahannya, permasalahan Lingkungan selalu
menjadi permasalahan yang terletak di hilir, sehingga ketika kerugian dirasakan
akibat pencemaran, barulah kita bersuara, dan saat itu terjadi teriakan ini
cenderung terlambat karena sudah berlalu. Inilah yang masih sering kita jumpai
di Indonesia.
Negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup merasa perlu mendekatkan gerakan massa dengan kampanye lingkungan ini. Kesadaran akan pentingnya permasalahan Lingkungan perlu terus digalakkan melalui gerakan massa yang tidak hanya sekedar Seremonial belaka, perlu dibangkitkan semangat akan kecintaan Lingkungan melalui gerakan yang sederhana namun massif diseluruh lapisan masyarakat. Berkaca dari pola gerakan massa yang terjadi di Negara ini, maka kaum muda yang memegang peranan penting dalam mewujudkan hal ini. Kaum muda memiliki basis gerakan yang energik dan terpelajar menjadi titik awal kebangkitan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Dengan mengangkat issu lingkungan menjadi permasalahan yang sederhana dan massif bagi kaum muda, maka akan memungkinkan kesadaran pentingnya merawat lingkungan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Contoh sederhana yang bisa diambil adalah, gerakan “Pesta Tanpa Sampah”. Sebuah gerakan yang sangat sederhana, dimana penyelenggara kegiatan tidak menyediakan botol/gelas minuman plastik, makanan kotak, dan benda-benda yang dapat berpotensi sebagai sampah, kemudian menghindari penggunaan kertas untuk promosi acara seperti poster, flyer, bahkan baliho. Bila gerakan seperti ini terus dibangkitkan disetiap event Seminar, Diskusi, Lokakarya, Sarasehan, dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kelompok masyarakat maka sedikit demi sedikit permasalahan lingkungan akan teratasi.
Dalam konteks yang lebih besar, Pemerintah berusaha mewujudkan pembangunan kedepan Indonesia melalui sebuah rencana besar dan panjang yang dikenal sebagai Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang belum lama ini digagas oleh Menteri Koordinator Perekonomian, yang melibatkan seluruh Kementerian, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah Daerah, hingga NGO dan LSM. Dengan pendekatan yang dikenal sebagai empat pilar pembangunan, yaitu Pro Jobs, Pro Poor, Pro Growth, dan Pro Environment maka kesempatan membangkitkan gerakan massa menjadi sebuah gerakan yang memiliki nilai produktivitas positif terhadap lingkungan menjadi semakin terbuka lebar.
Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia pada saat ini, Indonesia diharapkan tetap mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang positif dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sebagaimana yang tercantum didalam UUD 1945. Namun demikian bukan hanya pertumbuhan ekonomi semata yang menjadi tujuan pembangunan Indonesia, selain pertumbuhan yang berkualitas Indonesia juga memerlukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sejatinya dicapai dengan meminimalkan degradasi lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi. Dampak dari pembangunan ekonomi terhadap lingkungan selama ini sudah terlihat dari beberapa indikator degradasi lingkungan baik pada air, udara, lahan dan hutan, pesisir dan lautan serta keanekaragaman hayati. Dengan dicanangkannya empat pilar pembangunan Indonesia dari Pro Jobs, Pro Poor, Pro Growth,dan Pro Environment, adalah sangat penting dan relevan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup dalam dimensi ruang dan waktu terkait dengan pembangunan di Indonesia.
Gerakan yang sederhana sampai skala besar diatas hanya dapat terwujud bila adanya kesinambungan pola pikir antara pengambil kebijakan, dunia usaha, dan masyarakat. Penulis mencoba mengidentifikasi terwujudnya gerakan ini apabila kita semua memenuhi 3K, yaitu :
Negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup merasa perlu mendekatkan gerakan massa dengan kampanye lingkungan ini. Kesadaran akan pentingnya permasalahan Lingkungan perlu terus digalakkan melalui gerakan massa yang tidak hanya sekedar Seremonial belaka, perlu dibangkitkan semangat akan kecintaan Lingkungan melalui gerakan yang sederhana namun massif diseluruh lapisan masyarakat. Berkaca dari pola gerakan massa yang terjadi di Negara ini, maka kaum muda yang memegang peranan penting dalam mewujudkan hal ini. Kaum muda memiliki basis gerakan yang energik dan terpelajar menjadi titik awal kebangkitan masyarakat akan pentingnya menjaga lingkungan. Dengan mengangkat issu lingkungan menjadi permasalahan yang sederhana dan massif bagi kaum muda, maka akan memungkinkan kesadaran pentingnya merawat lingkungan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
Contoh sederhana yang bisa diambil adalah, gerakan “Pesta Tanpa Sampah”. Sebuah gerakan yang sangat sederhana, dimana penyelenggara kegiatan tidak menyediakan botol/gelas minuman plastik, makanan kotak, dan benda-benda yang dapat berpotensi sebagai sampah, kemudian menghindari penggunaan kertas untuk promosi acara seperti poster, flyer, bahkan baliho. Bila gerakan seperti ini terus dibangkitkan disetiap event Seminar, Diskusi, Lokakarya, Sarasehan, dan kegiatan lainnya yang dilakukan oleh kelompok masyarakat maka sedikit demi sedikit permasalahan lingkungan akan teratasi.
Dalam konteks yang lebih besar, Pemerintah berusaha mewujudkan pembangunan kedepan Indonesia melalui sebuah rencana besar dan panjang yang dikenal sebagai Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang belum lama ini digagas oleh Menteri Koordinator Perekonomian, yang melibatkan seluruh Kementerian, Lembaga Negara Non Departemen, Pemerintah Daerah, hingga NGO dan LSM. Dengan pendekatan yang dikenal sebagai empat pilar pembangunan, yaitu Pro Jobs, Pro Poor, Pro Growth, dan Pro Environment maka kesempatan membangkitkan gerakan massa menjadi sebuah gerakan yang memiliki nilai produktivitas positif terhadap lingkungan menjadi semakin terbuka lebar.
Di tengah krisis ekonomi global yang melanda dunia pada saat ini, Indonesia diharapkan tetap mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya yang positif dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya sebagaimana yang tercantum didalam UUD 1945. Namun demikian bukan hanya pertumbuhan ekonomi semata yang menjadi tujuan pembangunan Indonesia, selain pertumbuhan yang berkualitas Indonesia juga memerlukan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan sejatinya dicapai dengan meminimalkan degradasi lingkungan dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas ekonomi. Dampak dari pembangunan ekonomi terhadap lingkungan selama ini sudah terlihat dari beberapa indikator degradasi lingkungan baik pada air, udara, lahan dan hutan, pesisir dan lautan serta keanekaragaman hayati. Dengan dicanangkannya empat pilar pembangunan Indonesia dari Pro Jobs, Pro Poor, Pro Growth,dan Pro Environment, adalah sangat penting dan relevan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada lingkungan hidup dalam dimensi ruang dan waktu terkait dengan pembangunan di Indonesia.
Gerakan yang sederhana sampai skala besar diatas hanya dapat terwujud bila adanya kesinambungan pola pikir antara pengambil kebijakan, dunia usaha, dan masyarakat. Penulis mencoba mengidentifikasi terwujudnya gerakan ini apabila kita semua memenuhi 3K, yaitu :
KOMITMEN, diperlukan
komitmen yang matang dan bertanggungjawab dari semua stakeholder terhadap
permasalahan lingkungan. Dimana baik Pemerintah, Pelaku Usaha, maupun
masyarakat luas secara sadar memihak dan mempertahankan semangat pembangunan
yang berkelanjutan (Sustainable
Development). Kita menyadari bahwa hingga kini pembangunan dan pertumbuhan
ekonomi Indonesia masih bertumpu pada aset Sumber Daya Alam baik yang dapat
pulih maupun yang tidak dapat pulih, demikian juga jasa lingkungan masih
memberikan manfaat baik langsung maupun tidak langsung pada aktivitas ekonomi.
Pertanyaan mendasar selanjutnya sejauh mana Sumber Daya Alam tersebut
dimanfaatkan secara lestari dan berkelanjutan sehingga tidak menimbulkan umpan
balik yang negatif terhadap lingkungan. Maka dibutuhkan komitmen yang kuat dari
pelaku ekonomi untuk memanfaatkan Sumber Daya Alam secara lestari dan tetap
menjaga keanekaragaman hayati Indonesia.
KONSISTEN,
kecenderungan pertumbuhan penduduk secara umum menambah tekanan terhadap Sumber
Daya Alam dan lingkungan. Khususnya menyangkut kebutuhan akan lahan dan air
yang secara langsung diturunkan dari kebutuhan pangan dan papan. Pergantian
Pemerintahan baik dari pusat ke daerah, tren usaha yang berbeda di tiap periode
waktu, arus modernisasi dan globalisasi membuat konsistensi dari seluruh
stakeholder menjadi vital. Banyak gerakan yang dicanangkan oleh Pemerintah
maupun Pelaku Usaha lainnya tidak mencapai keberhasilan karena kurangnya
konsistensi. Kebijakan yang kerap berubah-ubah baik oleh Pemerintah Pusat
maupun Daerah juga dituding menjadi penyebab permasalahan lingkungan. Namun,
faktor yang paling penting adalah Konsistensi dari masyarakat dalam menjaga
kelestarian lingkungan.
KEBERANIAN,
dua faktor diatas tidak akan berarti banyak bila tidak diiringi dengan
keberanian oleh masyarakat untuk mendobrak kebiasaan lama yang banyak merugikan
lingkungan. Kecenderungan untuk mengandalkan Sumber Daya Alam secara sporadis
oleh sebagian oknum masyarakat tanpa bertanggungjawab, harus bisa diatasi
dengan keberanian untuk beralih kepada hal lain yang berkelanjutan. Keberanian
juga diperlukan oleh aparat birokrasi baik itu ditingkat pusat maupun daerah
untuk dapat mengambil kebijakan yang Pro
Environment.
Ketiga (K) diatas hanya dapat terwujud dengan gerakan massa yang dilakukan secara bersama-sama, dimulai dari hal sederhana, dan dilakukan secara massif. Memang kita menyadari semua ini memerlukan waktu, tapi hari esok tidak akan terulang lagi, lebih baik kita berkeringat sekarang daripada menyesal dikemudian hari.
Tulisan ini pernah dimuat di harian Kompas, 4 Juli 2012, menyambut hari lingkungan hidup sedunia, dan Rio +20 di Brazil.
Ketiga (K) diatas hanya dapat terwujud dengan gerakan massa yang dilakukan secara bersama-sama, dimulai dari hal sederhana, dan dilakukan secara massif. Memang kita menyadari semua ini memerlukan waktu, tapi hari esok tidak akan terulang lagi, lebih baik kita berkeringat sekarang daripada menyesal dikemudian hari.
Tulisan ini pernah dimuat di harian Kompas, 4 Juli 2012, menyambut hari lingkungan hidup sedunia, dan Rio +20 di Brazil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar