SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Kamis, 10 Juni 2010

“Mahal banget, Bang! Kurangin dikit deh harganya. Mau ambil banyak nih, masa nggak bisa kurang dikit harganya?” Tak terdengar asing, kan? Mengapa ketika kita memilih membeli sayur atau buah di penjual keliling atau kios pasar, meski untuk selisih 2000 atau 3000 rupiah, kita cenderung ”memaksa” menawar hingga harga terendah, sementara untuk barang yang sama, yang kita beli di supermarket, meski kita pikir sedikit lebih mahal, kita setuju dengan harganya dan tetap membayar tanpa menawar lebih dulu?

Supermarket dibuat dengan konsep kenyamanan, keteraturan, dan ketertiban yang memudahkan setiap pembeli membelanjakan uang mereka sebanyak-banyaknya, dan datang kembali berkali-kali, meskipun semua barang di sana dipatok harga mati; tidak boleh ditawar! Mengapa kita tidak protes?

Ketika kita memilih antara belanja di supermarket dan kios pasar atau penjaja keliling, hal paling sering yang menjadi pertimbangan adalah kenyamanan, keteraturan, ketertiban, kualitas, kemudahan dan keuntungan program hadiah misalnya, yang tidak kita jumpai di pedagang kecil.

Mari kita simak. Jika untuk barang-barang yang kita perlukan setiap bulan, kita bersedia mengikuti aturan harga mati, mengapa kita tidak memberlakukannya dalam kehidupan kita lainnya setiap hari? Jika kenyamanan, keteraturan, ketertiban dan kualitas hidup lebih baik menjadi pertimbangan utama dalam menentukan pilihan, bukankah lebih baik jika peraturan dan hukum dibuat harga mati? Tidak ada celah untuk tawar-menawar, apalagi beli-membeli untuk kepentingan sesaat dan segelintir orang. Bayangkan, betapa nyamannya hidup kita saat peraturan tak sudi ditawar itu membantu kita menjalani proses dalam kerangka yang tertib, dan membawa kita kepada kehidupan yang teratur.

Dulu, saya tidak sepenuhnya paham, mengapa ayah begitu marah ketika saya melanggar batas waktu ke luar rumah yang telah ditentukannya. Saat itu, saya tahu ayah khawatir dan bermaksud baik, tetapi ”peraturan-peraturan”-nya terkesan tidak masuk akal dan tak ada pilihan lain kecuali menjalaninya.

Kemudian, saya mengerti maksud beliau, dan ketika saya membaca tulisan Aristoteles, makin jelaslah tujuan kedisiplinan peraturan harga mati kala itu. “Moral Excellence comes about as a result of habit.

Kita terbiasa berlaku adil ketika hanya melakukan tindakan-tindakan adil, menjadi penyabar ketika berlaku panjang sabar, menjadi pemberani ketika membiasakan diri bertindak berani. Kini, saya merasakan manfaat dari peraturan harga mati itu. Tidak ada yang lebih menyenangkan mengarahkan kehidupan yang berlimpah berkah ini, menjadi lebih bermakna dengan mengenakan Moral Excellence sebagai karakter unggul yang mendasari hidup dan perilaku kita.

Berlatih Moral Excellence hanya dapat dimulai, ketika kita melihat manfaat ketaatan dari peraturan dan hukum itu bagi pengembangan dan perluasan kedewasaan moral diri sendiri. Tanpa harus menunggu seseorang melakukannya lebih dulu. Sebaiknya, untuk sebuah tujuan kesempurnaan seperti Moral Excellence, tak perlu ditawar lagi; ini harga mati!

1. Tidak Susah, hanya perlu berlatih

Pemimpin Cerdas Spiritual, hanya dapat diidentifikasi dari bagaimana respon mereka terhadap perkara-perkara yang membutuhkan pengolahan Kecerdasan Spiritual, dan sejauh mana mereka konsisten memeliharanya. Tidak susah untuk memulai mengasahnya, yang Anda perlukan hanya berlatih terus-menerus. Memelihara keadilan, bukan perkara gampang, tapi kita dapat melatihnya menjadi kebiasaan; dari hal-hal sederhana setiap hari. Lihat, bagaimana Anda dapat mulai berlaku adil di rumah, meneruskannya di tempat kerja, dan selanjutnya memromosikannya kepada orang lain lagi. Ingat, periksa dulu diri sendiri sebelum menjatuhkan penghakiman atas orang lain. Uji nilai keadilan Anda setiap hari, dan lakukan perubahan untuk menetapkan standar “harga mati.” Bukankah kualitaslah yang membedakan apakah sesuatu layak ditawar atau tidak? Bagaimana kualitas keadilan Anda?

2. Tidak Mudah, hanya perlu konsistensi

Ketika sudah dipatok harga mati, ini berarti tak ada lagi ruang untuk tawar-menawar dalam keadaan dan kondisi apa pun. Panduan untuk berlaku adil, berarti menjaga peraturan agar berjalan semestinya, lalu menjaganya tetap konsisten. Ini bukan hal mudah, memang. Jadi, tetaplah pada jalur! Kerjakan keadilan meski sulit. Buahnya mungkin tak segera terlihat, tapi tengok keuntungan-keuntungan yang tersimpan di sana, bagi diri sendiri, di kehidupan setelah mati nanti, juga warisan budaya tertib, tertata dan taat bagi generasi selanjutnya. Konsistensi Anda membuahkan hasil berlipat lebih dari yang dapat Anda bayangkan!

3. Tidak Banyak, biasakan

Ketekunan membuahkan hasil yang luar biasa. Tapi ini indahnya, Anda tak perlu menjadi Superman atau Batman dengan kemampuan khusus dan teknologi mutahir menumpas kejahatan dan menjaga keadilan. Anda adalah Super Hero tulen, aktor utama pemberantas ketidakadilan. Yang berani menumpas segala yang tidak adil, tak patut, tak turut peraturan, dan yang tidak taat di dalam diri Anda sendiri lebih dulu. Beranikan diri, membiasakan menang atas ketidakadilan dalam hidup Anda sendiri, meski tidak banyak, Anda telah melakukan sesuatu yang penting untuk diteruskan. Kerjakan terus!

4. Tidak Sama, tidak apa

Ingat Investasi Dua Dunia? Kekayaan yang kita usahakan sebaiknya bukan hanya cukup untuk keperluan di bumi, tetapi yang menyertai kita hingga akhirat nanti. Dengan berpikir seperti ini, tentu kita tak lagi peduli, meski sekeliling berlaku curang, menjual belikan hukum, membayar “kenyamanan” dan “jalan pintas.” Meski tak serupa dengan mereka, tidak apa; tujuan kita tetap mengarah pada keuntungan berganda yang melampaui ukuran uang mana pun. Mencapai kesejahteraan batin dan kekayaan jiwa sepanjang hayat dan seterusnya. Anda tak harus serupa dengan semua orang, karena tugas Anda adalah membuat perubahan dan memulai pembaharuan agar orang lain dapat mengikutinya.

Berhenti melakukan “Korupsi Emosi” di setiap tindakan Anda. Ingatlah, keadilan adalah Harga Mati; tidak untuk ditawar atau dieksploitasi demi keuntungan sendiri.