SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Senin, 17 Juni 2013

MENUNGGU PERDEBATAN CERDAS DI DPR

Senin pagi ini Dewan Perwakilan Rakyat akan mengadakan Sidang Paripurna untuk menerima atau menolak Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara Perubahan 2013 yang diajukan pemerintah. Pembahasan di tingkat Badan Anggaran sudah selesai hari Sabtu di mana sembilan fraksi menyetujui peningkatan APBN menjadi sebesar Rp 1.726 triliun.

Perubahan APBN terpaksa dilakukan terutama karena besar subsidi bahan bakar minyak yang semula ditetapkan Rp 194 triliun tidak mungkin lagi mencukupi dengan tingkat konsumsi seperti sekarang ini. Perhitungan yang dilakukan menyebutkan bahwa subsidi BBM akan membengkak sampai Rp 90 triliun apabila tidak dilakukan penaikan harga.

Pertanyaannya, apakah kita akan menolelir kenaikan Rp 90 triliun untuk subsidi BBM. Mayoritas partai politik berpendapat terlalu mubasir kalau kita harus menambah subsidi BBM sampai Rp 90 triliun. Tetap dianggarkan subsidi yang lebih besar dari Rp 194 triliun, tetapi tambahannya tidak Rp 90 triliun.

Oleh karena tidak ditambah penuh Rp 90 triliun, maka beban itu sebagian harus ditanggung masyarakat. Itulah yang membuat harga BBM bersubsidi akan naik dari Rp 4.500 per liter seperti yang berlaku sekarang ini. Usulan pemerintah, harga bensin bersubsidi dinaikkan menjadi Rp 6.500, sementara solar bersubsidi dinaikkan menjadi Rp 5.500.

Perdebatan itulah yang kita bisa lihat hari Senin pagi. Bagaimana para anggota DPR akan saling beradu argumentasi tentang perlunya harga BBM bersubsidi itu dinaikkan atau tidak. Lima partai politik mendukung kenaikan yakni Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Empat partai berada dalam posisi menolak yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Hati Nurani Rakyat, dan Partai Gerakan Indonesia Raya.

Kita berharap perdebatan berlangsung cerdas. Kualitas argumentasi yang disampaikan dan cara menyampaikannya penting untuk membuat masyarakat menjadi tercerahkan. Jangan sampai yang terjadi di dalam Sidang Paripurna adalah pokrol bambu, karena resonansinya akan sampai keluar di mana banyak kelompok akan melakukan unjuk rasa.

Pada akhirnya semua itu akan berpulang kepada kehidupan kita sebagai bangsa. Kalau perbedaan yang ada mampu dikelola dengan baik, maka kita akan bisa menjadi bangsa yang lebih baik. Namun jika kita hanya mengandalkan otot dan menang-menangan, maka kita semua akan mengalami kemunduran.

Satu hal yang ingin kita ingatkan bahwa selama 68 tahun kita merdeka, kita terlalu bertumpu kepada minyak. Cerita-cerita yang menyebutkan bahwa kita adalah negeri yang kaya minyak, tidaklah tepat. Kita memang negeri yang kaya energi, namun energi itu bukanlah minyak.

Menurut Pendiri Kelompok Medco, Arifin Panigoro, sejak tahun 2004 jumlah produksi minyak kita lebih rendah dari konsumsinya. Sekarang ini perbedaan itu semakin tinggi, di mana setiap hari kita harus mengimpor sekitar 750.000 barrel minyak dalam bentuk mentah maupun jadi. Artinya, untuk menopang kebutuhan energi masyarakat, kita harus mengimpor 1,2 juta liter setiap harinya.

Kita akan mengalami kesulitan besar apabila cara pandang pemenuhan kebutuhan energi itu tidak kita ubah. Kita harus mencari energi alternatif dan bahkan energi itu haruslah energi yang terbarukan, bukan energi asal fosil yang tidak bisa terbarukan seperti sekarang ini.

Kita tidak akan bosan-bosannya untuk mengingatkan agar kita tidak boleh kalah dari negara seperti Swedia yang berhasil mendiversikasi kebutuhan energi masyarakatnya. Swedia berhasil mengurangi 50 persen kebutuhan energi berasal dari minyak untuk digantikan dengan bioenergi.

Padahal Swedia itu tidak sekaya Indonesia sumber daya alamnya. Ethanol yang mereka pergunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor juga harus mereka impor. Tetapi mereka memilih menggunakan ethanol karena selain bisa terbarukan, ethanol lebih ramah terhadap lingkungan.

Bahkan yang luar biasa, Swedia menggunakan kayu sebagai energi untuk masyarakat. Semua ranting, dahan, dan bahkan batang pohon yang tidak terpakai mereka buat menjadi pelet. Pada musim dingin, semua rumah tangga menggunakan pelet untuk menghangatkan rumah mereka.

Semua itu bisa mereka lakukan karena visi pemenuhan energi mereka sangat jelas. Swedia memilik strategi yang dijalankan secara konsisten oleh seluruh bangsanya. Mereka tidak terus berkutat pada persoalan harga BBM, tetapi keluar dengan pikiran yang lebih bernas.

Indonesia seharusnya bisa lebih hebat dari Swedia. Sebab, kita memiliki sumber daya alam yang jauh lebih lengkap dari Swedia. Kita punya sinar Matahari yang bersinar 12 bulan penuh, sementara Swedia hanya 3 bulan dalam setahun. Kita masih punya air, angin, dan produk pertanian yang bisa diubah menjadi energi.

Bagi kita sebenarnya tinggal kemauan untuk melakukannya. Tidak mungkin kita akan mampu memanfaatkan semua kekayaan alam itu, kalau tidak mau berpikir. Selama kita tidak pernah mau berpikir alternatif, maka seumur-umur kita akan berkutat dengan minyak dan lebih ironis berkelahi terus hanya soal harga BBM.

Tidak ada komentar: