SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Rabu, 23 Juli 2014

SIKAP NEGARAWAN SEORANG HATTA RAJASA

Ir. Hatta Rajasa maupun Partai Amanat Nasional sebagai salah satu anggota Koalisi Merah Putih yang mengusung pasangan Prabowo Subianto dan Hatta Rajasa tidak tampak saat pada Konfrensi Pers Prabowo di Rumah Polonia selasa 22 Juli 2014 sekitar jam 4 sore. Tidak ada satupun perwakilan PAN yang berada dibelakang Prabowo saat menyampaikan pernyataan sikapnya.

Padahal seperti yang diketahui, PAN merupakan Partai pengusung utama dengan beberapa pejabat terasnya menjabat di posisi penting Tim Kampanye Nasional yang diketuai oleh Mahfud MD dan Ketua Harian Zulkifli Hasan.

Banyak pertanyaan dan spekulasi muncul, apa sebenarnya sikap PAN terhadap hasil Pilpres ini? Apa yang mendasari kenapa Hatta Rajasa tidak muncul dalam Konfrensi Pers di rumah Polonia untuk mendampingi pasangan capresnya? Dan tentu banyak pertanyaan lain yang beredar di kalangan masyarakat, terutama di kalangan media sosial.

Saya sebagai kader dan anggota Partai Amanat Nasional akan mencoba memberikan pandangan terkait sikap PAN, meskipun ini tidak dapat dijadikan referensi resmi dari sikap Partai.

Tidak ada yang meragukan totalitas seorang Hatta Rajasa dan mesin Partai Amanat Nasional dalam pemenangan Prabowo-Hatta, siang malam-pagi sore tanpa henti kerja politik terus dilakukan. Pendekatan ke masyarakat tidak pernah dilewatkan oleh Hatta Rajasa di setiap hari-harinya. 

Saya menjadi saksi bagaimana Hatta Rajasa harus bekerja hingga sangat larut, bahkan sampai pagi, namun sebelum matahari pagi muncul beliau sudah mulai bekerja dan berangkat keluar dari rumah. Ini dilakukan bukan hanya masa kampanye, namun saat menjabat sebagai Menteri di Kabinet rutinitas seperti ini sudah jamak dilakukan.

Lalu apa yang sebenarnya terjadi, tentu jawaban pastinya hanya beliau dan Tuhan yang paling tahu, namun tentu tanpa alasan kalau beliau memutuskan untuk tidak hadir di rumah Polonia saat sore tersebut, berikut beberapa kemungkinannya.

Kemungkinan pertama PAN menerima hasil rekapitulasi KPU tanpa syarat apapun, mengingat bahwa PAN lahir dari rahim Reformasi, yang mengusung Pemilihan Langsung oleh rakyat, maka akan sangat naif bila PAN ikut dalam pusaran Prabowo Subianto menarik diri dari Pilpres, meskipun ini sudah dibantah oleh Fadli Zon dan Idrus Marham.

Indikasi bahwa PAN sudah menerima hasil KPU tanpa syarat ini terlihat dari pernyataan Hanafi Rais yang merupakan Putra Sulung dari pendiri PAN yang dikirimkan ke media. Pernyataan tertulis yang dengan sengaja dikirim ke media menunjukkan bahwa ini dilakukan dengan sadar dan memiliki target tertentu.

Kemungkinan kedua, PAN sudah didekati oleh Jokowi-JK untuk bergabung dalam koalisinya. Kemungkinan ini sangat terbuka mengingat kedekatan keluarga besar Megawati dengan Hatta Rajasa, ditambah lagi sosok Hatta Rajasa yang paling minim resistensinya diantara Ketua Umum Partai pengusung Jokowi-JK. Dengan bergabungnya PAN dalam koalisi Jokowi-JK tentu akan menambah kekuatan koalisi ini di DPR nanti, ketimbang merangkul Partai yang cenderung liar dan susah dijinakkan. Dalam hal ini, PAN dianggap lebih tertib, solid, dan para anggota Fraksi nya lebih intelektual dibanding yang lain.

Kemungkinan ketiga, adanya tekanan dari SBY untuk Hatta Rajasa dan PAN menahan diri dalam menyikapi hasil Pilpres ini. Banyak publik bertanya kemana sikap SBY melabuhkan pilihan politiknya. Kenapa harus ada keputusan Partai Demokrat netral, namun semua anggotanya dipersilahkan menentukan pilihan politiknya. Sangat janggal bila ada Partai Politik namun tidak memilih sikap politik yang berpihak, Pemilu adalah ajangnya Partai Politik, apapun itu tidak mungkin bila Partai Poltik tidak berpihak.

Dapat diduga bila sebenarnya SBY ingin berdamai dengan Megawati melalui Pilpres ini, bila mengacu pada hasil resmi tentu sangat besar peluang SBY untuk memenangkan Prabowo-Hatta melalui jaringan yang dimilikinya. Terlebih lagi, menurut sebuah diskusi di Cikini yang diselenggarakan Institut Ekonomi Politik Soekarno Hatta bahwa data resmi yang dimiliki oleh TNI dan Polri sudah diserahkan ke Cikeas yang menang adalah Prabowo-Hatta.

Kemungkinan keempat, Hatta Rajasa sudah mencium gelagat akan terjadi krisis politik yang panjang bila ikut dalam penolakan hasil Pilpres. Tekanan politik yang sangat kencang di Tim Pemenangan Prabowo-Hatta yang cenderung memprovokasi suasana kebatinan Prabowo untuk menolak keras, membuat Hatta menarik diri sementara, agar Prabowo menyadari ada provokasi yang dapat memperburuk keadaan. 

Banyaknya Purnawirawan TNI yang bermain di dua kubu Capres membuat perang bintang tidak terelakkan, masing-masing tidak lagi berpikir untuk mengusung ideologi atau gagasan besar, namun sudah masuk ke ranah pertarungan harga diri. Bila keadaan terus berlanjut dan bertambah buruk, maka kemungkinan terburuk berupa krisis politik yang menjurus krisis keamanan nasional sangat mungkin terjadi.

Indikasi bisa terlihat dari pencopotan KASAD Jend.(TNI).Budiman disaat kondisi TNI siaga satu, sebuah kondisi yang tidak lazim di institusi ini, padahal Jend.(TNI).Budiman sudah memasuki masa pensiun pada akhir tahun ini.

Semua kemungkinan diatas mungkin bisa salah, namun bila kemungkinan keempat adalah faktanya, maka kita patut apresiasi sikap negarawan Hatta Rajasa dalam memandang masalah ini. Sepanjang saya mengenal beliau, pemikiran beliau selalu beberapa langkah didepan, beliau sangat menjaga kondusifitas negara ini, bahkan seorang Hatta Rajasa adalah yang paling konsisten untuk meletakkan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan Partai atau golongan.

Tidak ada komentar: