SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Kamis, 29 Januari 2009

Konstalasi Sarat Ambisi

Sejumlah tokoh diberitakan melakukan pertemuan dengan Megawati, seperti Prabowo Subianto (Ketua Dewan Pembina Gerindra), Sri Sultan Hamengku Bowono X dan Akbar Tandjung, keduanya dari Partai Golkar, dan Sutiyoso (mantan Gubernur DKI Jakarta). Bahkan, ketiganya hadir dalam Rakernas PDIP di Solo kemarin. Dari ketiganya, peluang Sultan jauh lebih besar menampingi Ibu Mega dalam Pilpres 8 Juli mendatang. Tidak sulit ditebak kalau pertemuan tersebut sarat dengan kepentingan politik, khususnya menghadapi Pemilu legislatif 9 April dan Pilpres. Kelihatannya, Megawati jauh lebih siap dan lebih agresif mempersiapkan dirinya menuju pentas Pilpres. Dialah Capres pertama yang berani memproklamirkan dirinya sejak tahun lalu, sedangkan tokoh-tokoh lainnya masih malu-malu kucing. Menyusul kemudian ’’incumbent’’ Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Prabowo, Sri Sultan Hamengkubuwono X, Sutiyoso, Rizal Ramli dll. Manuver Megawati melakukan pertemuan dengan Sri Sultan dan Akbar Tandjung mengharapkan dukungan dari keduanya yang memiliki banyak pendukung fanatik. Bagi Sri Sultan yang sudah menyatakan diri maju dalam Pilpres besar kemungkinan akan ditarik Ibu Mega sebagai Cawapres. Walaupun Sri Sultan memproklamirkan dirinya sebagai Capres, namun ia harus rasional, siapa pendukung partainya? Oleh karena itu, besar kemungkinan Sri Sultan mau menjadi Cawapresnya Megawati. Pasangan Mega – Sri Sultan sangat menjanjikan, meskipun Sri Sultan dipastikan akan dipecat partainya (Golkar). Namun akibat pemecatan itu –kalau terjadi– membuat masyarakat merasa simpati padanya. Sebagai Raja Jawa tidak sulit bagi Sri Sultan memperoleh dukungan di P. Jawa. Desakan memecat Sultan semakin deras, di antaranya datang dari tokoh Golkar Muladi. Menurut mantan Menteri Hukum dan Mensesneg itu Sultan telah melanggar etika dan aturan partai. Sama halnya dengan Akbar Tandjung, sudah barang tentu Ibu Mega sangat mengharapkan dukungan dari mantan ketua umum DPP Golkar yang dalam empat tahun belakangan ini dipinggirkan Jusuf Kalla. Ibu Mega mengharapkan dukungan masyarakat pemilih dari luar P. Jawa dengan merangkul Akbar Tandjung walaupun posisi yang ditawarkan padanya belum jelas. Justru itu, manuver Ibu Mega bertemu dengan sejumlah tokoh Golkar maupun yang sudah ke luar dari Golkar, seperti Prabowo, secara tidak langsung dapat menggembosi suara Golkar dalam Pemilu mendatang. Apalagi, tokoh Golkar lainnya (Wiranto) juga sudah mendirikan partai baru (Hanura), sehingga sangat berat buat Golkar mempertahankan perolehan suaranya dalam Pemilu legislatif maupun Pilpres. Berbagai manuver Megawati yang rajin menjambangi para tokoh itu merupakan hal yang biasa. PDIP dan khususnya Ibu Mega memang harus proaktif, mengapa? Sebab, Pemilu tahun ini merupakan kesempatan terakhir. Jika gagal, maka tamatlah riwayat karir Ibu Mega di panggung politik. Tidak mungkin lagi ia tampil dalam Pilpres 2014 mengingat usianya sudah uzur. Sama halnya dengan peluang SBY, JK, Amien Rais, Gus Dur, Wiranto, termasuk Sri Sultan, rasanya tidak mungkin bisa maju lagi dalam Pemilu berikutnya, sehingga medan pertempuran Pilpres 2014 bakal diisi Capres usia muda. Pernyataan Ketua Fraksi PDIP Tjahjo Kumolo bahwa Capres PDIP Megawati hanya akan berhadapan “head to head” dengan ’’incumbent’’ SBY tampaknya bakal menjadi kenyataan, bila ketentuan pencalonan Pilpres tidak mengalami perubahan. Secara individu, kalau Mega vs SBY peluang SBY lebih besar, tapi keliahian Mega merangkul Sultan yang juga raja Jawa membuat Mega/Sultan Vs SBY/JK bakal ketat. Tergantung siapa yang paling mampu memanfaatkan peluang mendekati hati rakyat.

Tidak ada komentar: