SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Minggu, 12 Januari 2014

EKSPERIMEN DEMOKRASI



Selama politik masih diwarnai siapa mendapat apa, kapan, dan bagaimana, selama itu pula politik akan berubah menjadi pertengkaran dan konflik politik. Dan pasti akan muncul konflik kepentingan dan ambisi dalam ranah merebut kekuasaan. Tetapi jika politik lebih dimaknai untuk berbagi kepada sesama dan memberikan yang terbaik bagi bangsa dan Negara, atau berupaya meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memperkuat kedaulatan rakyat maka wajah politik pasti berbeda. Dengan kata lain, sesungguhnya berpolitik adalah bernegara, dan bernegara adalah berkonstitusi. Melalui kontrak sosial berupa konstitusi itulah, setiap Partai Politik apapun dan golongan manapun, harus tunduk, patuh, dan menjalankan konstitusi Negara secara konsekuen dengan penuh komitmen.

Pada tahun 1926, bung Karno muncul sebagai cendikiawan muda yang brilian dan visioner. Hasil pengamatannya yang tajam tentang masyarakat Indonesia pada waktu itu melahirkan serangkaian tulisan cemerlang, mengandung buah pemikiran yang otentik dan orisinal. Salah satu karya Bung Karno muda adalah tentang tiga aliran politik dalam masyarakat Indonesia, yakni Nasionalisme, Islam, dan Marxisme. Pemetaan ini dilakukan sebelum Indonesia merdeka.

Tiga aliran politik itu berpengaruh luas terhadap masyarakat dan merupakan kekuatan nyata yang diperhitungkan dalam kurun waktu 1945-1965. Dalam batas tertentu pemikiran Bung Karno ini masih terdengar hingga sekarang, meski secara subtantif ketiga aliran tersebut saling bertentangan, namun Bung Karno melihatnya sebagai kenyataan dalam perpolitikan di Indonesia. Lebih dari itu, ia melihatnya bahwa masing-masing aliran mempunyai nilai positif bagi masyarakat Indonesia. Dapat disimpulkan bahwa dengan pertentangan ketiga aliran tersebut sebenarnya Bung Karno bisa menerima konflik sebagai hal yang wajar dalam kehidupan politik Indonesia pascakemerdekaan 1945.

Selama hampir enam belas tahun Pasca Reformasi, bangsa ini hampir tidak pernah berbuat hal-hal besar sebagai capaian prestasi membanggakan bagi Negara dan bangsa. Hal ini akibat banyaknya intrik dan pertengkaran politik. Belasan tahun waktu dihabiskan hanya untuk urusan pertengkaran politik yang tak kunjung membawa kesejahteraan bagi rakyat. Perlu digarisbawahi bagaimana membuat rakyat sejahtera dan kedaulatan rakyat tidak tergadaikan oleh Partai Politik, melainkan dapat dilaksanakan oleh setiap warga Negara tanpa ada tekanan dari Partai ataupun elit politik.

Saat ini, pertengkaran politik telah berlangsung di negeri yang telah lebih 68 tahun merdeka, sepanjang itu para elit politik hanya sibuk bertengkar, saling intrik, dan fitnah. Itu sebabnya sejarah politik Indonesia pada dasarnya adalah sejarah konflik. Salah satu ciri menarik dari sejarah politik Indonesia pasca kemerdekaan adalah pergulatannya dengan konflik. Dalam pergulatan konflik itu rakyat belajar memahami dirinya, terkadang harus dibayar dengan harga yang mahal. Namun dari konflik itu, sekaligus memberi petunjuk tentang ciri budaya politik, struktur politik, dan sistem politik Indonesia sampai sekarang.

Tahun 2014 adalah tahun Politik, dimana Indonesia beranjak dengan sistem politik demokrasi yang dituangkan dalam Pemilihan Umum. Semua elemen politik dan elemen non-politik mencermati apa yang akan terjadi kedepan. Tentu harapan ini mengarah pada terpilihnya kelompok politik dan orang-perseorangan yang akan menentukan arah kebijakan bangsa ini.

Kembali rakyat dijadikan eksperimen demokrasi, saat keberhasilan dicapai maka dielu-elukanlah pilihan rakyat tersebut, namun saat kegagalan menghantui maka rakyat pula yang akan dijadikan kambing hitam dari eksperimen tersebut. Dengan jumlah 250 juta, eksperimen demokrasi ini akan berharga sangat mahal dalam usahanya untuk mewujudkan cita-cita besar bangsa, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan turut serta dalam perdamaian dunia.

Tentu eksperimen demokrasi ini tidak dapat dilakukan seperti orang berjudi, dimana perasaan (feeling) lebih kuat dibandingkan naluri (insting) dan logika (thinking). Terlalu besar taruhan yang dihadapkan pada kehidupan rakyat apabila hanya mendukung karena kesukaan dan ketertarikan dari tampilan luar dan pencitraan. Perlu pencerdasan dan pencerahan yang lebih dalam menentukan pilihan dalam eksperimen ini.

Rangkaian nama-nama calon pemimpin yang selama ini beredar tentunya masuk dalam radar pilihan rakyat yang akan menjadi “Tuhan” dalam demokrasi ini, hanya saja apakah setelah itu rakyat akan kembali dalam posisinya sebagai kambing hitam demokrasi ataukah menjadi tuan tanah yang berdaulat atas hak-haknya yang dilindungi oleh konstitusi.

Rekam jejak tiap-tiap calon pemimpin ini sekarang sudah mudah untuk diakses oleh rakyat, media massa maupun media sosial sudah berada sangat dekat, setidaknya bagi masyarakat terpelajar dapat dengan mudah mengkritisi rekam jejak tersebut. Namun apakah masyarakat pedesaan dan pedalaman juga memiliki akses yang sama? Kelompok ini lebih banyak tergantung pada Tokoh setempat, alim ulama, pemuka agama, kepala suku, yang memberi pengarahan kemana pilihan akan berlabuh.

Karena itu penting bagi semua kelompok sosial untuk memberikan edukasi yang luas kepada semua rakyat tentang rekam jejak tersebut. Akhirnya penulis berharap matahari di 2014 ini dapat bersinar dengan cerah dan membawa kapal besar yang bernama Indonesia ini berlayar kearah kemajuan dan kesejahteraan.

Tidak ada komentar: