SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Selasa, 27 Oktober 2009

PERAN UKM BAGI PEREKONOMIAN NASIONAL DI TENGAH ANCAMAN KRISIS GLOBAL


Oleh : Atma Winata Nawawi


Usaha kecil dan menengah atau yang biasa kita kenal UKM adalah salah satu elemen penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah ataupun kawasan, tidak terkecuali di Indonesia.  Sebagai gambaran, kendati  sumbangannya dalam output nasional (PDRB) hanya 56,7 persen dan  dalam  ekspor nonmigas hanya 15 persen, namun UKM memberi kontribusi sekitar 99 persen dalam jumlah badan usaha di Indonesia serta mempunyai andil 99,6 persen  dalam penyerapan tenaga kerja. Namun, dalam kenyataannya selama ini UKM  kurang mendapatkan perhatian. Dapat dikatakan bahwa kesadaran akan pentingnya UKM dapat dikatakan barulah muncul belakangan ini saja.


Setidaknya terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting  keberadaan UKM  menurut beberapa ahli.  Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai salah satu elemen yang dinamis, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan alih teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar.  Juga disebutkan bahwa usaha kecil dan usaha rumah tangga di Indonesia telah memainkan peran penting dalam menyerap tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit usaha, mendukung pendapatan rumah tangga, dan menggerakkan roda perekonomian.


Ketiga alasan yang dikemukakan di atas  sangat  relevan dalam konteks Indonesia yang juga terkena imbas krisis global. Aspek fleksibilitas  tersebut menarik pula dihubungkan dengan hasil  studi yang menyatakan berdasarkan survei di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Sulawesi Utara dan Sumatra Utara. Temuan   yang didapat adalah  bahwa  usaha kecil di Jawa lebih menderita akibat krisis daripada luar Jawa, begitu pula  yang di perkotaan bila dibandingkan dengan yang di pedesaan.


Sementara itu, berdasarkan data PDRB,  krisis ekonomi telah menyebabkan propinsi-propinsi di Jawa  mengalami kontraksi ekonomi yang lebih besar ketimbang daerah-daerah lain di Indonesia.  Lima propinsi di Jawa seluruhnya adalah lima besar propinsi di Indonesia yang mengalami kemorosotan ekonomi terparah. Pada tahun 1998, saat ekonomi Indonesia mengalami kontraksi terparah,  hanya  Papua saja yang pertumbuhan ekonominya masih positif sedangkan propinsi-propinsi lainnya mengalami kontraksi.  Pada tahun tersebut,  seluruh propinsi di pulau Jawa mengalami kontraksi ekonomi yang jauh lebih parah daripada propinsi-propinsi lainnya.


Krisis ekonomi yang sangat parah, telah menyulitkan masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari. Tidaklah mengherankan apabila pengangguran, hilangnya  penghasilan serta kesulitan memenuhi kebutuhan pokok merupakan persoalan-persoalan sosial yang sangat dirasakan masyarakat sebagai akibat dari krisis ekonomi.  Hasil survei  yang dilakukan Bank Dunia bekerjasama dengan Ford Foundation dan Badan Pusat Statistik (September-Oktober 2008) menegaskan bahwa  ketiga persoalan itu  oleh  masyarakat ditempatkan sebagai persoalan prioritas atau  harus segera mendapatkan penyelesaian.  Dengan kata lain, ketiga hal itu merupakan persoalan sangat pelik yang dihadapi masyarakat pada umumnya.


Kondisi ketenagakerjaan  pada masa krisis kiranya dapat memberikan gambaran dampak sosial dari krisis ekonomi. Tingkat pengangguran mengalami kenaikan dari 4,9 persen pada tahun 1996 menjadi 6,1 persen pada tahun 2000. Krisis ekonomi juga telah membalikkan tren formalisasi ekonomi sebagaimana tampak dari berkurangnya pangsa pekerja sektor formal menjadi 35,1.  Dengan kata lain, peran sektor informal menjadi terasa penting dalam periode krisis ekonomi. Sektor informal sendiri merupakan sektor dimana sebagian besar tenaga kerja Indonesia berada.


Sementara itu, belakangan ini banyak diungkapkan bahwa UKM memiliki peran penting bagi masyarakat di tengah krisis ekonomi global. Dengan didukungnya pengembangan UKM diyakini pula akan dapat dicapai pemulihan ekonomi global. Hal serupa juga berlaku bagi sektor informal. Usaha kecil sendiri pada dasarnya  sebagian besar  bersifat informal dan karena itu relatif mudah untuk dimasuki oleh pelaku-pelaku usaha yang baru. Pendapat mengenai peran UKM atau sektor informal tersebut ada benarnya setidaknya bila dikaitkan dengan perannya  dalam meminimalkan  dampak sosial dari krisis global khususnya  persoalan pengangguran dan hilangnya penghasilan masyarakat.


UKM boleh dikatakan merupakan salah satu solusi masyarakat untuk tetap bertahan dalam menghadapi krisis global yakni dengan melibatkan diri dalam aktivitas usaha kecil terutama yang berkarakteristik informal.  Dengan hal ini maka persoalan pengangguran sedikit banyak dapat tertolong dan implikasinya adalah juga dalam hal pendapatan. Bagaimana dengan anjloknya pendapatan masyarakat yang tentu saja mengurangi daya beli masyarakat terhadap produk-produk yang sebelumnya banyak disuplai oleh usaha berskala besar.


Bukan tidak  mungkin produk-produk  UKM justru menjadi substitusi bagi produk-produk usaha besar yang mengalami kebangkrutan atau setidaknya masa-masa sulit akibat krisis ekonomi. Jika memang demikian halnya maka kecenderungan tersebut  sekaligus juga merupakan respon terhadap merosotnya daya beli masyarakat.


Sudah saatnya dunia Perguruan Tinggi memperkenalkan UKM secara lebih nyata kepada mahasiswa yang merupakan calon tenaga kerja bagi perekonomian nasional. Tidak hanya menjadikan pengetahuan tentang UKM melalui kewirausahaan sebagai mata kuliah wajib, tapi juga merangsang akademisi untuk mengembangkan dirinya dalam membuka usaha informal seperti UKM. Semua ikhtiar ini, tidak akan dapat sempurna tanpa dukungan dari Pemerintah maupun Pemerintah Daerah melalui kebijakan-kebijakan yang melindungi segenap komponen lokal untuk menjadi tuan rumah di negerinya sendiri.




Universitas atau Perguruan Tinggi (PT) haruslah berperan menjadi Intellectual Capital (penyedia kaum intelektual). Intelektual Kapital merupakan sumber dan aliran ilmu pengetahuan yang merupakan suatu identitas yang harus dimiliki oleh suatu lembaga ilmiah (Universitas) sebagai sebuah organisasi.


Intelektual capital merupakan sumber daya yang tidak dapat disentuh (Intangible Resources) yang sangat berperan sebagai motor penggerak untuk mendapatkan out-come yang dapat dilihat secara kasat mata, atau berupa sumber daya yang dapat disentuh (Tangible Resources), seperti uang dan asset-asset berupa fisik.


Intelektual capital pada dasarnya terdiri dari tuga komponen utama, antara lain :

1.     Modal manusia (Human Capital) yang merupakan kumpulan manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk mengembangkan inovasi dan kreativitas dari setiap manusia didalam sebuah organisasi;
2.      Modal social (Sosial Capital) yang merupakan struktur, jejaring kerja, dan prosedur agar setiap modal manusia yang terlibat dapat saling memberikan kontribusi dalam mengembangkan sebuah organisasi;
Modal organisasi (Organizational Capital) yang merupakan suatu wadah untuk menghimpun, dan mendayagunakan human capital dalam sebuah organisasi yang berupa database, informasi, pedoman-pedoman lainnya.



Universitas Trisakti sebagai kampus pelopor kewirausahaan haruslah menjadi motor terdepan dalam pengembangan UKM bagi perekonomian nasional, dengan mencetak lulusan yang tidak hanya menguasai keilmuannya, namun juga sanggup menyediakan lapangan pekerjaan bagi orang lain.



*Penulis adalah mahasiswa Jurusan Arsitektur Lansekap, FALTL, Universitas Trisakti. Aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan di Universitas Trisakti, merupakan Presiden Mahasiswa Masyarakat Mahasiswa Universitas Trisakti Periode 2008-2009.

Tidak ada komentar: