SELAMAT DATANG

Selamat Datang di Blog Pribadi Atma Winata Nawawi

Sabtu, 19 Januari 2013

AL-HAKIIM, YANG MAHA BIJAKSANA

"Dan jika Engkau mengampuni mereka, sesungguhnya Engkaulah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana." (QS. 5: 118)

Dalam al-Qur’an, kata Al-Hakim diulang sebanyak 97 kali. Pada umumnya kata tersebut dipakai untuk menyifati Allah swt, sebagian lagi menyifati Al-Qur’an, dan ketetapan Allah.

Sebagian besar Al-Hakim digandengkan dengan Asma Allah yang lain, sekitar 45 kali digandengkan dengan “Al-Aziz, sebanyak 35 kali dengan “Al-Alim”, 4 kali dengan “Al-Khabir”, dan masing-masing sekali dengan “At-Tawwab”, “Al-Hamid”, “Al-‘Aliy”, dan “Al-Wasyi’”.

Al-Hakim merupakan bentuk superlative, yaitu suatu bentuk pengagungan atas Dzat yang memiliki semua kearifan, karenanya Dia Mahabesar dalam segala kebijaksanaan-Nya. Dia Mahabijaksana dalam menciptakan segala sesuatu, dan segala sesuatu dilakukan-Nya secara bijaksana dan sangat sempurna. Tidak ada yang cacat, semua berjalan “by design”. 

Dia sendiri berfirman: “Apakah kamu mengira bahwa Kami menciptakan kamu dengan sia-sia dan kamu tidak dikembalikan (kepada Kami)?” (QS. 23: 115)

Bagi Allah, Wujud Sucinya tidak memungkinkan-Nya untuk melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendak-Nya yang Mulia lagi Mahabijaksana. Musthil bagi-Nya menciptakan sesuatu yang sia-sia, bahkan ketika menciptakan seekor nyamuk, sekalipun. “Rabbanaa maa khalaqta haadza baatila”, Ya Tuhan Kami, tidak ada satupun yang Engkau citakan itu sia-sia.

Kearifan, kebijaksanaan, atau wisdom adalah cara terbaik untuk mengetahui sesuatu dengan menggunakan sarana yang terbaik pula. Dia-lah Allah yang Kebijaksanaan-Nya melampai segala sesuatu, Dia mengetahui sumber segala sesuatu melalui pengetahuan-Nya yang abadi dan lestari yang tak seorangpun bisa membayangkan-Nya sebagai wujud yang fana.

Al-Hakim, menurut sebagian Ulama berarti adil dalam penilaian-Nya, pemurah dalam pengaturan urusan-urusan-Nya, Dzat yang menetapkan ukuran segala sesuatu sesuai dengan ilmu-Nya, Dzat yang kearifan-Nya memiliki tujuan yang ultimate, Dzat yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya. Dialah Allah, yang tak seorangpun bisa mengapresiasi Kemahabijaksanaan-Nya kecuali diri-Nya.

Sebagian Ulama juga mengartikan Al-Hakiim dengan pengertian bahwa Allah mengetahui kebenaran secara mutlak dan bertindak berdasarkan pengetahuan itu secara mutlak pula. Tindakan atau amalan tanpa ilmu berarti kesesatan, sedangkan ilmu tanpa amalan adalah kesia-siaan.

Bagaimanapun sedikitnya kadar hikmah yang dikaruniakan kepada seseorang, itu sangat berarti bagi mereka. Hikmah adalah karunia yang amat besar setelah ilmu. Allah berfirman:
“Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah itu, maka benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS. 2: 269)

Begitu bernilainya hikmah bagi kehidupan manusia di dunia ini, maka Nabi Ibrahim as senantiasa berdo’a: Ya Tuhanku, berikanlah kepadaku hikmah. (QS. 26: 83). Jika Nabi Ibrahim yang dikenal bijaksana itu masih berdo’a agar dikaruniai hikmah, bagaimana dengan kita?

Hikmah adalah mutiara kepe­mimpinan. Nabi Daud ditunjuk sebagai pemimpin kaumnya karena memiliki hikmah. Allah berfirman: “Kami karuniakan kepadanya kebijaksanaan dan (kekuatan) dalam menghakimi persoalan.” (QS. 38: 20). Sebagai gambaran konkrit orang yang menyandang himah adalah Nabi Muhammad saw sebagaimana terangkum dalam firman-Nya: “Sesungguhnya Allah melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang beriman ketika Dia mengutus di antara mereka seorang Rasul (Muhammad) dari kalangan mereka sendiri, untuk mebacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, dan untuk menyucikan mereka, dan untuk mengajarkan kepada mereka al-Kitab(Al-Qur’an) dan al-Hikmah. Sebelumnya mereka berada dalam kesesatan yang nyata.” (QS. 3: 164)

Saat ini banyak pemimpin yang pandai, yang memiliki ilmu dan pengetahuannya sangat banyak dan luas, tapi orang yang bijaksana, yang memiliki wisdom dan kearifan sangatlah langka. Padahal untuk memimpin, apalagi pada masyarakat yang majemuk diperlukan kearifan, kebijaksanaan, dan wisdom.

“Dia (Allah) menganugerahkan al-hikmah (kepahaman yang dalam tentang al-Qur’an dan As-Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-hikmah itu, ia benar-benar dianugerahi karunia yang banyak. Dan orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. 2: 269)

Tidak ada komentar: